KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PEMBALIKAN BEBAN PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PASCA KAK 2003 (KONVENSI PBB ANTI KORUPSI)
Abstract
Pentingnya penelitian dengan topik “Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Pencucian Uang pasca KAK (Konvensi PBB Anti Korupsi) 2003” didasarkan pada asumsi teoritis bahwa pembalikan beban pembuktian secara absolut dalam tindak pidana pencucian uang tidak bisa diterapkan di dalam mekanisme hukum pidana, karena akan selalu berkaitan dengan asas praduga tidak bersalah. Selain itu pembalikan beban pembuktian yang hanya dilakukan melalui prosedur pidana dianggap tidak mengakomodasi aturan dalam KAK (Konvensi PBB Anti Korupsi) 2003 kedalam sistem hukum nasional.
Permasalahan utama yang ingin dijawab oleh penulis dalam penelitian ini adalah: Pertama, Apa yang mendasarkan pembuat kebijakan Undang-Undang No 8Tahun 2010 menetapkan pembalikan beban pembuktian secara absolut padahal KAK 2003 merekomendasikan pembalikan beban pembuktian dilakukan melalui gugatan perdata. Kedua, Bagaimana idealnya sistem pembalikan beban pembuktian kedepan yang berdasarkan karakteristik preventif, represif dan restorative dalam KAK 2003.
Penelitian dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif, yaitu data dan fakta yang diteliti dan dikembangkan berdasarkan pada hukum. Metode pendekatan pada penelitian ini mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan dilakukan melalui penelitian kepustakaan. Penggalian data dilakukan dengan wawancara, serta mengambil data dari DPR RI yang berupa Risalah Sidang pembentukan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010.
Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa dalam pembahasan pembentukan Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 menilai bahwa pembalikan beban pembuktian ditetapkan secara absolut dalam pasal 77 UU no 8 Th 2010 karena untuk memudahkan penegak hukum dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Hal itu semakin nampak ketika predicate crime tindak pidana ini tidak perlu dibuktikan. Pembuat kebijakan berani menetapkan hal yang demikian karena pembuktian terbalik dinilai tidak melanggar asas praduga tidak bersalah sepanjang dilakukan didalam pengadilan, bukan semenjak penyelidikan maupun penyidikan, Dengan demikian nuansa pencegahan lebih muncul dalam penegakkan UU ini. Dalam pertanyaan yang kedua penulis menemukan bahwa pembalikan beban pembuktian kedepan harus sejalan dengan dengan KAK 2003 dengan menerapkan teori pembalikan beban pembuktian keseimbangan kemungkinan (balanced probability principles). Dalam rangka pemidanaan terhadap pelaku kejahatan mempergunakan pembuktian secara konvensional, dimana JPU yang harus membuktikan bahwa harta kekayaan pelaku berasal dari kejahatan, sementara untuk merampas asset menggunakan jalur perdata (civil procedure) diperbolehkan menggunakan pembalikan beban pembuktian sehingga penegakkan hukum pemberantasan pencucian uang tidak hanya mengedepankan aspek preventif, maupun represif, namun juga mengedepankan aspek restorative dalam hal pengembalian asset negara.
Collections
- Master of Law [1447]