Show simple item record

dc.contributor.authorSYAIFULLAHIL MASLUL, 14912109
dc.date.accessioned2018-07-20T12:38:52Z
dc.date.available2018-07-20T12:38:52Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/8965
dc.description.abstractMahkamah Konstitusi sejak dibentuk sudah dikonsepsikan sebagai pengawal konstitusi juga sebagai pengawal demokrasi. Mahkamah Konstitusi berusaha menjaga bahwa konstitusi merupakan (the supreme law of the land) yang harus ditaati oleh semua lembaga negara. Putusan Mahkamah Konstitusi dalam koridor pelaksanaanya memang tidak memiliki lembaga eksekutorial, hanya saja DPR selaku pembentuk undang-undang (positive legislature) berkewajiban untuk segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, apalagi yang bersifat mengatur guna tercapainya keharmonisan dalam undang-undang. Dalam tiga putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008, 102/PUU-VII/2009 dan 100/PUU-XIII/2015, putusan tersebut langsung ditindaklanjuti oleh KPU tanpa melalui revisi undang-undang oleh DPR, mengingat dekatnya waktu proses pemilihan. Batasan waktu dan keharusan proses tahapan pemilu tetap berajalan, menjadi salah satu alasan dari keluaranya peraturan KPU berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi tanpa melalui revisi. Tujuan penelitian ini mencoba menganalisa pembentukan peraturan KPU dengan dasar putusan Mahkamah Konstitusi tanpa mekanisme revisi undang-undang serta mengkaji tujuan penerapan putusan Mahkmah Konstitusi dalam Peraturan KPU dalam mencapai keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunkan pendekatan putusan atau kasus dan pendekatan undang-undang. Penelitian ini menggunakan bahan pustaka dan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang dianalisan dengan melalui pisau analisa stuffenbau theory des rechts, tujuan hukum dan hubungan antara Mahkamah Konstitusi, DPR dan KPU. Bertolok dari penelitian ini, disimpulkan bahwa dalam praktek ketatanegaraan di Indonesia, Mahkamah Konstitusi dapat menjadi positive legislature dengan alasan-alasan tertentu. Putusan Mahkamah Konstitusi yang ditindaklanjuti tanpa mekanisme revisi oleh DPR yang menjadi dasar pembentukan Peraturan KPU bisa dibenarkan meski bertentangan dengan stuffenbau theory des recht dan Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Ketiga putusan a quo, merupakan upaya Mahkamah kosntitusi dalam mencapai keadilan dan kemanfaatan dalam pemilihan serta menjadi alasan seabagai kepastian hukum dalam pembentukan Peraturan KPU.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.titleTINDAK LANJUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM (Studi Putusan Nomor 22-24/PUU-VI/2008, 102/PUU-VII/2009 dan 100/PUU-XIII/2015)en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record