Show simple item record

dc.contributor.authorJULY WIARTI, 15912032
dc.date.accessioned2018-07-20T12:26:42Z
dc.date.available2018-07-20T12:26:42Z
dc.date.issued2016-11-10
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/8896
dc.description.abstractBerpegang pada aturan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, yang mana berarti segala aktifitas negara harus berdasarkan pada hukum. Ketika masyarakat melanggar hukum, maka negara dapat mengambil tindakan untuk menegakkan hukum itu kembali. Salah satu hukum itu adalah tentang tindak pidana terorisme. Proses untuk menegakkan hukum ini ada prosesnya yaitu mulai penyelidikan hingga eksekusi. Namun, pada prakteknya untuk proses penangkapan masih sering terjadi pelanggaran oleh densus 88 seperti penetapan terduga teroris yang terkesan semena-mena hingga banyak terjadi salah tangkap dan menembak mati terduga teroris tanpa prosedur yang benar, dari kejadian itu aparat telah mengabaikan hak-hak terduga teroris padahal di dalam KUHAP sendiri telah menganut proses hukum yang adil (due process of law). Kejadian itu juga menunjukkan negara telah gagal melindungi HAM warga negaranya, sehingga apa tanggung jawab negara atas itu. Rumusan masalah dalam tesis ini adalah, Pertama, Bagaimana proses penetapan seseorang dinyatakan sebagai terduga teroris? Kedua, Bagaimana pelaksanaan tindakan tembak mati terhadap terduga teroris oleh densus 88 dalam perspektif due process of law? Ketiga, Bagaimana bentuk tanggung jawab negara terhadap terduga teroris yang ditembak mati oleh densus 88? adapun penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, namun untuk kelengkapan data, penulis juga menggunakan data hasil wawancara yang dilakukan pada narasumber tertentu. Kesimpulan dari penelitian ini menyatakan, Pertama, Proses penetapan seseorang dinyatakan sebagai terduga teroris adalah berdasarkan pada bukti permulaan yang cukup, yakni sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah baik laporan intelijen yang dalam hal ini telah dilakukan proses pemeriksaan oleh Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Negeri, laporan itu harus bersifat faktual dan diajukan secara kelembagaan atau alat bukti dalam Pasal 27 UU Terorisme. Kedua, pelaksanaan tindakan tembak mati terhadap terduga teroris oleh densus 88 dalam perspektif due process of law yakni yang mana tindakan tersebut dilakukan sesuai dengan aturan yang ada termasuk asas-asasnya dan adanya pemenuhan hak-hak terduga teroris. Ketiga, bentuk tanggung jawab negara adalah dengan menyediakan hak bagi terduga teroris untuk menuntut ganti rugi dan/ rehabilitasi. Untuk ganti rugi, paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). Besaran pastinya ditentukan lewat pengadilan yang berwenang. Untuk perkara yang tidak diajukan ke pengadilan maka tuntutannya diputus lewat acara praperadilan.en_US
dc.publisherUNIVERSITAS ISLAM INDONESIAen_US
dc.subjectTerorismeen_US
dc.subjectDensus 88en_US
dc.subjectTembak Matien_US
dc.subjectDue Process of Lawen_US
dc.titleTINDAKAN TEMBAK MATI TERHADAP TERDUGA TERORIS OLEH DENSUS 88 DALAM PERSPEKTIF PROSES HUKUM YANG ADIL (DUE PROCESS OF LAW)en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record