Show simple item record

dc.contributor.authorAHMADPUAIDI, 109 12572
dc.date.accessioned2018-07-16T12:40:23Z
dc.date.available2018-07-16T12:40:23Z
dc.date.issued2012-06-28
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/8812
dc.description.abstractKekerasan seksual dalam perkawinan merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang merupakan contoh kerentanan posisi perempuan tersebut, utamanya terhadap kepentingan seksual laki-laki. Citra seksual perempuan yang telah ditempatkan sebagai obyek seksual laki-laki, ternyata berimplikasi jauh pada kehidupan perempuan, sehingga dia terpaksa harus selalu menghadapi kekerasan, pemaksaan dan penyiksaan secara fisik, seksual serta psikis. Sesuai dengan obyek studi yang diangkat, maka pembahasan dititik beratkan pada masalah perkawinan, yaitu perbandingan konsep korban kekerasan seksual dalam perkawinan ditinjau dari perspektif hukum pidana (UU PKDRT) dan hukum Islam. Dalam hukurn Islam, khilafiah te~jadki arena adanya pemaknaan ayat secara tekstual ataupun kontekstual. Begitu juga dengan beberapa produk hukum positif yang diharapkan akan mampu memberikan suatu nuansa perlindungan bagi korbannya (isteri), salah satu undang-undang yang membahas persoalan ini adalah UU PKDRT No 23 Tahun 2004. Selama ini rnitos yang berkembang terutama dalam masyarakat kita adalah seorang isteri hams menuruti perintah suami apapun keadaannya, sehingga budaya patriarkat terasa menghegemoni. Suatu keadaan yang lebih menonjolkan suatu kewajiban yang penuh isteri dari pada hak-hak yang ternyata banyak terabaikan. Sehingga bisa jadi suatu keadaan dimana isteri tidak taat kepada suami akan disebut 'nusyus', tanpa ada suatu batasan yang jelas. Dalam konteks Islam kekerasan seksual dalam perkawinan menyatakan bahwa dalam sebuah perkawinan telah terbagi hak dan kewajiban antara suami dan isteri. Dan sudah seharusnyalah isteri selalu taat dan patuh dalam melayani segala kepentingan dan keinginan suami bagaimanapun keadaannya. Jika hal ini tidak terlaksana, maka hal ini dapat dikatakan 'nusyus'. Serta antara hak dan kewajiban suami-isteri dalam suatu ikatan perkawinan adalah seimbang, saling mengerti, menghargai, dan menghomati. Akan tetapi didalam Al-qur7an Allah telah menjelaskan bagaimana seharusnya seorang suami ha1 ini bisa dilihat dalam arti potongan ayat yang berbunyi dan pergaulilah mereka dengan cara yang ma'ruf (baik). Ayat ini menjadi landasan bahwasanya dalam melakukan hubungan seksual dengan isteri hendaknya dengan cara-cara yang baik tanpa memaksakan kehendak walaupun ada juga yang membebaskan suami untuk melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang disukai. Begitu pula dalam hukum positif Indonesia. Dalam KUHPidana tidak ada pasal-pasall ketentuan hukum yang mengatur ha1 ini kekerasan seksual dalam perkawinan akan tetapi hal ini dirincikan didalam UU PKDRT.. Begitu juga dalam Rancangan KUHPidana yang ada, justru dijelaskan bahwasanya perkosaan dalam rumah tangga tidak ada. Walaupun sebenarnya Indonesia sebenarnya telah merativikasi beberapa konvensi PBB tentang penghapusan terhadap segala bentuk kekerasan terhadap perempuan kedalam UU No. 7 Tahun 1984. Hal yang sungguh ironis sekali mengingat para korban yang sangat memerlukan keadilan dan perlindungan hak-haknya terutama sebagai isteri. Dalam kesempatan ini penulis mencoba menuangkannya beberapa pennasalahan, yaitu Bagimanakah konsep kekerasan seksual dalam perkawinan ditinjau dari perspektif hukum pidana (UU PKDRT) dan hukum Islam, Bagimana perlindungan korban kekerasan seksual dalam perkawinan dalam hukum pidana (UU PKDRT) dan hukum Islamdan Apakah Filosofi dari Kekerasan dalam Seksual dalam rumah tangga? Tujuan penulis dengan mengangkat pennasalahan yang ada adalah untuk mengetahui bagaimana kosnsep hukum pidana ( UU PKDRT) dan hukum Islam terhadap korban kekerasan seksual dalam perkawinan, Untuk mengetahui perbandingan konseptual kekerasan seksual dalam perkawinan ditinjau dari perspektif hukum pidana dan hukum islam, Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum korban kekerasan seksual dalam perkawinan di tinjau dalam hukum pidana ( UU-PKDRT) dan hukum Islam Untuk serta mengetahui Filosofi kekerasan seksual dalam perkawinan.Sedangkan untuk menemukan suatu solusi permasalahan yang ada penulis menggali data-data dari berbagai referensi kepustakaan yang relevan dengan permasalahan kemudian dianalisa. Oleh karena itu dalam karya tulis ini penulis menggunakan metode comparatif (perbandingan) dalam ha1 ini antara hukurn pidana (UU PKDRT dan Hukum Islam. Dalam hukum positif memandang kekerasan seksual dalam perkawinan adalah salah satu tindak pidana yang berakibat dapat dipidana sesorang apabila melakukan perbuatan tersebut. Sementara dalam hukum Islam kekerasan dalam perkawinan bukanlah merupakan sebuah tindak pidana yang pelakunya dapat dijerat dengan menggunakan pasal KDRT akan tetapi islam mengajarkan kepada ummatnya agar dalam melaksaakan hubungan seksual dalam perkawinan hendaknya dengan cara-cara yang baik (ma'ruf) .Dalam pemberian saksi bagi pelakunya, UU PKDRT menjelaskan didalam pasal 36 dengan ketentan pidana penjara 12 tahun dan denda 36.000.000. Sedangkan dalam hukum islam perbuatan kekerasan seksual dalam perkawinan bukanlah sebah tindakan pidana artinya perbuatan tersebut tidak berimplikasi pada hukuman bagi pelakunya akan tetapi dalam sebuah hadis dikatakan orang yang paling mulia diantara kalian adalah orang yang berbuat baik keada isterinya. Kesimpulannya adalah dalam hukum pidana ( UU PDRT) kekerasan seksual merupakan tindak pidana sedang dalam islam bukan merupakan tindak pidana adapun yang menjadi persamaanya adalah sama-sama melindungi dan menghormati keduddukan perempuan dalam sebuah perkawinanen_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectKekerasan seksual dalam perkawinanen_US
dc.subjectperlindungan hukumen_US
dc.titlePERBANDINGAN KONSEP PERLINDUNGAN HUKUM KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DALAM PERKAWINAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ( UU PKDRT) DENGAN HUKUM ISLAMen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record