Show simple item record

dc.contributor.authorERDIANSYAH, 05912097
dc.date.accessioned2018-07-16T12:35:34Z
dc.date.available2018-07-16T12:35:34Z
dc.date.issued2007-05-02
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/8799
dc.description.abstractKejahatan teknologi informasi atau dikenal dengan istilah cyber crime merupakan permasalahan yang harus ditangani secara serius. Hal ini dikarenakan dampak dari kejahatan ini sangat luas dan banyak merugikan perekonomian masyarakat. Apabila tidak ditanggulangi secara dini, maka kejahatan tersebut akan berkembang dan menuntut perhatian yang lebih luas dari aparat hukum dan pembuat UU, agar peluang kerugian yang ditimbulkan oleh cyber crime yang tidak semestinya, dibutuhkan perangkat perahvan dan perundangan yang membatasi sekaligus menghukum pelaku karena cyber crime apapun bentuknya tergolong tindakan kejahatan yang harus dihukum, pertanyaan yang sering diajukan adalah apakah perundangan Indonesia sudah mengatur masalah tersebut ? Berdasarkan pemahaman ini, maka penulisan tesis ini merumuskan dua rumusan masalah, yakni; Pertama, Bagaimanakah pengaturan cyber crime dalam hukum pidana positif Indonesia ?, Kedua, Bagaimanakah kebijakan kriminalisasi cyber crime dalam konteks hukum pidana yang akan datang (lus Constituendum)? Dari hasil penelitian masalah ada dua ha1 pokok yang dapat disimpulkan. Pertama, cyber crime dalam hukum pidana positif Indonesia, apabila diperhatikan telah memiliki pengaturan. Pengaturan itu dapat dilihat pada ketentuan di dalam KUHP, Pasal 112 tentang pembocoran rahasia negara, Pasal 322 tentang membuka rahasia perusahaan, Pasal 282 tentang pornografi, Pasal 362 Pencurian, Pasal 369 tentang pemerasan dan pengancaman, Pasal 378 tentang penipuan, Pasal 372 tentang pengelapan, Pasal382 bis tentang pelanggaran nama domain, Pasal406 tentang perusakan, Pasal 506 tentang prostitusi (Pelanggaran Ketertiban Umum). Di samping KUHP beberapa ketentuan perundang-undang diluar KLTHP seperti, Undang- Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Namun demikian, pengaturan cyber crime dalam hukum pidana positif Indonesia ada beberapa dari cyber crime yang dapat dijerat dengan hukum pidana Indonesia, dan sebagian lagi tidak dikarenakan kejahatan ini relatif baru, oleh karena itu, timbul berbagai permasalahan dalam prakteknya. Misalnya masalah hacking karena tidak memenuhi unsur-unsur didalam KUHP, dengan demikian terjadi kekosongan hukum untuk menjangkau kejahatan ini apabila dikaitkan dengan unsur-unsur delik yang diatur dalam KLTHP. Bertolak dari hal tersebut maka menurut hemat penulis perlu adanya kebijakan kriminalisasi atau pembaharuan hukum pidana (KUHP). Kedua, kebijakan kriminalisasi cyber crime dalam konteks hukum pidana yang akan datang (Ius Constituendum), dimana upaya untuk mengantisipasi atas cyber crime ini, telah dilakukan dalam ha1 ini dituangkan dalam Konsep Rancangan Undang-Undang KUHP yang baru (konsep 200512006): Buku I Pasal 158 pengertian "Anak kunci", Pasal 165 pengertian "Barang ", Pasal 186 pengertian "Masuk", Pasal 174 pengertian "Jaringan telepon", Pasal 203 pengertian "PornograJi", Pasal 204 pengertian "Ruang", Pasal 207 pengertian "Surat." Buku I1 Pasal 300 tentang Menyadapan pembicaraan, Pasal 301 Memasang alat bantu teknis, Pasal 373 Penggunaan dan perusakan informasi elektronik, Pasal 374 Pengubahan informasi yang masih dalam proses transaksi, Pasal 376 tanpa hak mengakses komputer dan sistem elektronik, Pasal 377 mengubah dan merusak atau menghilangkan informasi milik pemerintahan, Pasal 378 menggunakan dan mengakses tanpa hak, Pasal 379 Pornografi anak melalui komputer, Pasal 735-736 pencucian uang atau Money Laundering, dan juga kebijakan kriminalisasi cyber crime ini dengan Rancangan Undang-Undang RUU Informasi dan Transaksi Elektronik dan Tindak Pidana di Bidang Teknologi Informasi. Saran Penulis, Pertama, segera disahkan Undang-undang yang berkaitan dengan cyber law umumnya dan cyber crime khususnya. Kedua, sebelum adanya aturan khusus tentang cyber crime, hakim, aparat penegak hukum lainya hams berani melakukan "rechtsvinding" (penemuan hukum). Ketiga, Dalam kebijakan kriminalisasi cyber crime tersebut perlu mempertimbangkan draft internasional yang telah ditandatangani di Budapest pada tanggal 23 November 2001, (draft Conventional on Cyber Crime'y yang berkaitan dengan cyber crime, mengingat kejahatan ini merupakan "global crime" maka perlu adanya suatu asas yang memungkinkan menarik pelaku yang berada di luar wilayah Indonesia yang merugikan Indonesia, dikarenakan jurisdiksi kejahatan ini tidak j elas.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectPengaturanen_US
dc.subjectCyber Crimeen_US
dc.subjectHukum Pidana Indonesiaen_US
dc.titlePENGATURAN CYBER CRIME DALAM HUKUM PIDANA INDONESIAen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record