Show simple item record

dc.contributor.authorHISBULLAH, 11912741
dc.date.accessioned2018-07-16T12:29:18Z
dc.date.available2018-07-16T12:29:18Z
dc.date.issued2013-02-23
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/8790
dc.description.abstractParadigma kekuasaan mempunyai dua tujuan yaitu materil dan ilahia, konsepsi kekuasaan Islam mempunyai paradigma ilahi, tujuan pemerintahan yaitu untuk menuju kepada Allah. Dalam Islam muncul konsepsi kekuasaan yang berbeda antara Sunni dan Syi’ah. Konsep kekuasaan Sunni, mempunyai teori politik baik sebagai fakta sejara maupun teori kekuasaan yaitu Khilifah untuk memimpin ummat setelah Rasul meninggal, mekanisme pergantian kekuasaanya dengan prinsip musyawara, metode tidak ada yang disepakati secara universal. Dalam Syi’ah diyakini teori politik yaitu Imamah, bahwa sebelum rasul meninggal beliau menunjuk penggantinya, Imamah ini akan dijabat oleh 12 orang mulai dari Imam Ali sampai dengan Imam Mahdi yang masa sekarang ini Gaib. Mengenai kriteria yaitu harus terbebas dari dosa (ma’sum). Syi’ah percaya bahwa kepemimpinan tidak boleh terputus baik bidang agama maupun politik, maka setelah gaibnya Imam Mahdi, kekuasaan ada pada wilayatul fakih. Memunculkan perbedaan ada berpendapat wilayah fakih terbatas hanya mengurusi persoalan agama, dan ada wilayatul fakih mutlak kekuasaan seperti kekuasaan Nabi dan para Imam meliputi persoalan agama dan politik. Imam Khomeini memiliki pendapat wilayatul fakih mutlak, walaupun juga muncul dinamika pemikiran wilayatul fakih hanya sebagai penasehat pemerintah atau secara langsung memegang pemerintahan. Puncak pemikiran Imam Khomeini, pemerintahan merupakan hak dan tanggunjawab wilayatul fakih. Dan aktif memperjuangkanya dan berhasil mencapai kemenangan melalui revolusi dan menerapkan wilayatul fakih dalam konstitusi. Undang-Undang Dasar Rpublik Islam Iran, merupakan perwujudan konsep-konsep politik Imam Khomeini ataupun sejalan dengan pandanganya. Karena hampir semuanya perumus Undang-Undang Dasar merupakan muridnya. Sebagaimana dalam mukaddimah disebutkan bahwa Undang-Undang Dasar harus mempersipakan lahan bagi kepemimpinan wilayatul fakih. Dalam pasala 5 disebutkan selama ketidak hadiran Imam yang keduabelas, dalam Republik Islam Iran, wilayat dan kepemimpinan ummat merupakan tanggunjawab dari seorang fakih yang adil dan takwa, mengenal zaman, pemberani, giat dan berkemampuan memerintah dan memegang tanggun jawab jabatan. Dalam pasal 57 disebutkan juga tiga kekuasaan dalam Republik Islam Iran, adalah kekuasaan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif, yang dibawah pengawasan wilayat al-amr yang mutlak dan kepemimpinan ummah. Implementasi konsep kekuasaan dalam konstitusi, menyangkut mekanisme pergantian kekuasaan wilayatul fakih yaitu dipilih oleh majelis ahli yang berjumla 72 orang, yang merupakan ahli agama pilihan rakyat. Kriterinya yaitu keilmun (fakih), adil, berwawasan politik dan sosila, bijaksana, berani, mampu dalam pemerintahan, dan cakap dalam kepemimpinan. Mempunyai kedudukan kepala negara dan bertanggunjawab secara tidak langsung kepada rakyat melalui majelis ahli.en_US
dc.publisherUNIVERSITAS ISLAM INDONESIAen_US
dc.titleKONSEPSI KEKUASAAN DALAM SISTEM WILAYATUL FAKIH MENURUT KONSTITUSI REPUBLIK ISLAM IRANen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record