Show simple item record

dc.contributor.authorANITA SITI HAJAR, 09912442
dc.date.accessioned2018-07-16T11:40:05Z
dc.date.available2018-07-16T11:40:05Z
dc.date.issued2011-03-02
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/8723
dc.description.abstractPemekaran wilayah merupakan suatu proses pembagian wilayah menjadi lebih dari satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan mempercepat pembangunan. Pemekaran wilayah juga diharapkan dapat menciptakan kemandirian daerah. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) yang dilakukan dengan cara mengurnpulkan dan mempelajari data yang terdapat dalam buku dan literature, tulisan-tulisan ilmiah, dokumen-dokumen dan peraturan perundangundangan yang berhubungan dengan obyek penelitian. penulis menggunakan dua macam metode pendekatan tersebut adalah pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagai suatu ketentuan yang abstrak yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, kedua pendekatan yuridis empiris, yaitu pendekatan dengan berdasarkan pada adanya kesesuaian antara data yang diperoleh dengan aturan atau kaidah hukum, sehingga uraian dan penjabarannya akan menggambarkan pernasalahan dengan jelas. Data yang diperoleh dari hasil penelitian yang menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu dengan mendiskripsikan atau menjabarkan dan menggambarkan data yang diperoleh dari penelitian yang kemudian dikelompokkan dan diseleksi kemudian dihubungkan dengan masalah yang akan diteliti menurut halitas serta kebenarannya berdasarkan analisis yang logis sehingga pada akhirnya dapat mengantarkan pada kesimpulan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perkembangan pemekaran wilayah pasca reformasi bukanlah solusi untuk mengatasi masalah ekonomi di daerah. Indikator ekonomi bukanlah parameter tunggal untuk menilai keberhasiladkegagalan pemekaran wilayahnya ada empat faktor utama pendorong pemekaran wilayah di masa reformasi . Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2007 telah mengoreksi kelemahan Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000 dengan memperketat pemekaran, antara lain meng-ubah persyaratan dari 3 (tiga) kecamatan menjadi 5 (lima) kecamatan untuk membentuk kabupaten baru. Pengaturan pemekaran wilayah yang ideal dalam wadah NKRI yaitu mengembangkan pemahaman tentang makna penataan daerah beserta dinamika yang menyertainya, pengembangan konsep dan strategi untuk melaksanakan penataan daerah secara lebii bertanggung jawab,pengembangan kesepakatan kerjasama institutional atau kerjasama individual peserta seminar di dalam proses-proses penataan daerah yang dapat lebih mensejahterakan rakyat, penataan daerah merupakan wacana yang digunakan oleh para penguasa narnun pemahamannya berbeda-beda. Pada masa pemerintahan Kolonial Hindia Belanda, konsep penataan daerah dimaknai sebagai usaha untuk mengatur kekuasaan wilayah yang terlalu luas, demi untuk mencapai efisiensi dan efektiitas proses over eksploitasi sumber daya alam. Pada masa Sukarno, penataan daerah dikembangkan dalam rangka nation building untuk memperoleh pengakuan sebagai negara yang berdaulat. Pada masa Suharto konsep penataan daerah dimaknai sebagai usaha untuk mensukseskan program-program "pembangunan ekonomi" yang disertai dengan usaha untuk melakukan kontrol secara inst itusional dan menyeluruh baik pada aras provinsi, kabupaten, kecamatan, desa, bahkan sarnpai aras individu.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectpemekaran wilayahen_US
dc.titlePERKEMBANGAN PEMEKARAN WILAYAH PASCA REFORMASI (SUATU KAJIAN DARI PERSPEKTIF DEMOKRASI DAN HUKUM)en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record