Show simple item record

dc.contributor.authorHYANWISNHU JATl YUDO PRAWIRO, 09912455
dc.date.accessioned2018-07-16T11:33:10Z
dc.date.available2018-07-16T11:33:10Z
dc.date.issued2011-05-28
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/8712
dc.description.abstractKebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) di lingk~~ngaPne merintah Kota Yogyakarta tidak dapat dipungkiri lagi. Hal ini disebabkan, tl~ntutan bahwa pemerintah sebagai eksekutif harus dapat memberikan pelayanan dalam sernua sektor dengan baik dan maksimal. Untuk menunjang ha1 tersebut, maka diperlukan SDM yang tidak sedikit jumlahnya. Jumlah forrnasi kebutuhan PNS di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta yang diusulkan kepada Badan Kepegawaian Negara tidak seluruhnya dapat dipenuhi. Ini menyebabkan banyaknya formasi jabatan yang tidak dapat terisi, sehingga dalam melaksanakan kegiatan tata pemerintahan tidak dapat berjalan secara maksimal, karena keterbatasan jumlah personil. Sebagai jalan keluar, untuk memenuhi formasi yang tidak dapat diisi oleh PNS, maka salah satu kebijakan yang diambil adala h dengan mengangkat Tenaga Bantuan (Naban). Undang-Undang mengenai Otonomi Daerah memberikan pembagian urusan kepada Daerah untuk melaksanakan kegiatan pemerintahan, termasuk dalam ha1 pemberdayaan SDM, melalui perekrutan pegawai di luar jalur CPNS. Namun kewenangan dalam pemberian NIP (Nomor lnduk Pegawai) tetap berada pada Pemerintah Pusat melalui Badan Kepegawaian Negara (BKN). Karena seseorang bisa dikatakan telah menjadi PNS jika sudah memiliki NIP. Antara pegawai yang berstatus Tenaga Bantuan dan PNS semuanya bekerja dalam ikatan satu instansi Pemerintah Kota Yogyakarta yang mempunyai Tupoksi (tugas pokok dan fungsi) dan tanggung jawab yang sama. Pada dasamya, Tenaga Bantuan sama artinya dengan Tenaga Honorer, Pegawai Tidak Tetap, atau nama lain yang ditentukan, yang membedakan hanya dari segi penamaan saja. Peraturan Walikota Yogyakarta tentang Pengaturan Tenaga Bantuan. Kedudukan Peraturan Walikota No.3 Tahun 2008 tentang Pengaturan Tenaga Bantuan di satu sisi tidak sesuai dengan aturan hukum di atasnya, yaitu Peraturan Pemerintah No.48 Tahun 2005 sebagaimana dirubah dengan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, dimana sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, semua Pejabat Pembina Kepegawaian dan pejabat lain di lingkungan instansi, dilaraug mengaugkat tenaga honorer atau sejenis, kecuali ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. "Sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, semua Pejabat Pernbina Kepegawaian dan pejabat lain di lingkungan instansi, dilarang mengangkat tenaga honorer atau sejenis, kecuali ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah" (Pasal8, Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2007) Namun pengangkatan tenaga honorer atau sejenis, menurut aturan yang lebih tinggi yaitu, dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokokpokok Kepegawaian, ha1 tersebut di perbolehkan. "Disamping Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (I), pejabat yang berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetapn (Pasal 2 ayat (3)) Namun, terlepas dari pendapat tersebut, penulis melihat bahwa secara yuridis normatif, Peraturan Walikota Yogyakarta tersebut tidak termasuk dalam hierarki sesuai dengan Pasal 7 UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sehingga tergolong sebagai Peraturan Kebijaksanaan, bukan Peraturan Per~~ndang-undangaSne. lain itu, keluarnya Peraturan Walikota Yogyakarta No. 3 Tahun 2008 tentang Pengaturan Tenaga Bantuan tidak dapat ditemukan dasar pembentukannya dalam Undang-undang, atau dengan kata lain tidak ada perintah dari Undang-undang. Terlepas dari semua problematika yang ada, pengangkatan Tenaga Bantuan harus tetap dilakukan mengingat kebutuhan SDM yang sangat mendesak, yang itu semua harus dipenuhi oleh Pemerintah Kota Yogyakarta sebagai daerah yang otonom dalam rangka memberikan pelayanan publik (public service) yang optimal kepada masyarakat. Oleh sebab itu, keluarlah Peraturan Walikota Yogyakarta sebagai dasar hukum pengaturanlpengangkatan Tenaga Bantuan. Berdasarkan atas uraian pendahuluan tersebut di atas, maka perumusanlpokok permasalahan yang penulis angkat dalam penulisan ini adalah : 1. Bagaimanakah kedudukan Peraturan Walikota Yogyakarta No. 3 Tahun 2008 tentang Pengaturan Tenaga Bantuan dalam ilmu perundangundangan ? 2. Apa konsekuensi yuridis dengan dikeluarkannya Peraturan Walikota Yogyakarta No. 3 Tahun 2008 tentang Pengaturan Tenaga Bantuan.? Dalam penulisan ini hanya terdapat satu rumusan masalah, namun jawaban atas rumusan masalah tersebut akan dijelaskan menggunakan 3 sudut pandang yaitu, Teori Hukum Otonomi Daerah, Teori Perundang-undangan, dan Teori Kewenangan. Tulisan ini disusun dengan metode studi kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan sumber penulisan dari bahan-bahan pustaka, dan menggunakan metode yang berpijak pada analisis hukum. Artinya, obyek masalah yang diselidiki dan dikaji menurut ilmu hukum dan lebih khusus lagi menurut Teori Perundang-undangan, Teori Kewenangan, dan Teori Otonomi Derah. Penelian ini merupakan penelitian hukum normatif atau legal research. Karena itu, metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectTenaga Bantuanen_US
dc.subjectHonoreren_US
dc.subjectPNSen_US
dc.subjectKedudukanen_US
dc.subjectKonsekuensi Yuridisen_US
dc.titleKEDUDUKAN PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NO. 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGATURAN TENAGA BANTUAN DALAM ILMU PERUNDANG-UNDANGANen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record