PROBLEM KEWENANGAN DALAM PENGAWASAN KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH BAITUL MAAL WAT TAMWIL OLEH DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH SERTA OTORITAS JASA KEUANGAN
Abstract
Pengawasan KJKS BMT yang di atur dalam dalam Undang-undang keuangan mikro no 1 tahun 2013 serta peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang pengawasan Lembaga Keuangan Mikro,menimbulkan tumpang tidih dalam sistem pengawasan KJKS BMT, dikarenakan KJKS BMT termasuk dalam Lembaga Keuangan Mikro yang diawasi Oleh OJK namun berbadan hukum koperasi yang juga saat ini diawasi oleh Disperindagkop. Dari kedua lembaga ini manakah yang lebih berwenang dalam melakukan pengawasan terhadap KJKS BMT? OJK atau Kemenkop UKM?. Rumusan Masalah yang diajukan yaitu: bagaimanakah sistem pengawasan KJKS BMT yang ada di Indonesia?dan Lembaga manakah yang paling berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap KJKS BMT?. Penelitian ini termasuk dalam bersifat yuridis normatif dan yuridis empiris yakni mengkaji fokus penelitian ini dengan menggunakan dua metode pendekatan yang bersifat terpadu dari segi norma dan implementasi norma. Teknik Pengumpulan Data dibagi mejadi dua yaitu data primer yang diperoleh peneliti secara langsung dari subjek penelitian melalui wawancara dengan beberapa staf dari OJK Yogyakarta dan Disperindagkop kabupaten Sleman dan data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier di peroleh melalui studi kepustakaan (library reseacrh) atau studi dokumentasi dengan menelaah bahan-bahan yang sesuai dengan fokus penelitian. Hasil studi ini menunjukkan bahwa sistem pengawasan KJKS BMT di Indonesia khususnya wilayah Sleman masih belum maksimal dilakukan. Hal ini dikarenakan dinas yang mengawasi BMT tersebut yaitu Disperindagkop masih menemukan berbagai macam kendala. Antara lain: regulasi belum mendukung untuk sistem pengawasan yang saat ini yang dilakukan oleh Disperindagkop. Hal ini dikarenakan belum adanya pengaturan secara khusus yang mengatur tentang pengawasan terkait dengan perkoperasian. Dan Kurangnya tenaga pengawas BMT dengan total jumlah koperasi yang diawasi kurang lebih 629 secara umum dengan tenaga pengawas yang hanya berjumlah 15 orang. Hal ini dinilai tidaklah ideal. Sedangkan dari OJK pelaksanaan pembinaan dan pengawasan belum dapat dilaksanakan hal ini dikarenakan, menunggu seluruh KJKS BMT memiliki izin operasional sebagai LKM hingga tanggal 8 januari 2016. Lembaga yang paling berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap KJKS BMT adalah OJK. Hal ini dikarenakan: OJK memiliki Landasan Hukum yang kuat terkait dengan pembinaan dan pengawasan KJKS BMT, OJK merupakan lembaga yang secara khusus mengawasi secara keseluruhan lembaga keuanagan baik Bank ataupun Non bank. Hendaknya pemerintah, lembaga atau dinas terkait berkenaan dengan pembinaan dan pengawasan KJKS BMT ini menyediakan sumberdaya manusia yang memadai guna mengawasi operasional BMT secara maksimal. Pembinaan dan pengawasan BMT diatur secara jelas dengan dikeluarkannya regulasi baru yang mengatur secara jelas pembinaan dan pengawasan dilaksanakan oleh siapa dengan adanya kerja sama antra dua lembaga pengawas yaitu Disperindagkop dan OJK, sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam hal pembinaan dan pengawasan KJKS BMT.
Collections
- Master of Law [1447]