PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENERIMA SUATU PERKARA YANG MEMUAT KLAUSULA ARBITRASE (Study Kasus Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan)
Abstract
Undang Undang Arbitrase adalah undang undang khusus yang telah hadir atas
kebutuhan sebagian orang yang membutuhkan penyelesaian sengketa bisnis diluar
pengadilan, hal ini dikarenakan bahwa pengadilan dalam menyidangkan kasus-kasus bisnis
sebelumnya menemukan banyak kekurangan dan justru tidak menjawab kebutuhan
masyarakat itu sendiri. Sejatinya keberadaan lembaga arbitrase yang sudah ada adalah
sebagai batasan pada pengadilan untuk menyerahkan kasus yang bukan wewenangnya agar diselesaikan dilembaga arbitrase, namun kenyataannya pengadilan justru tidak tunduk dan tidak patuh pada aturan hukum tersebut.
Pada kasus ini para pihak dan hakim itu sendiri yang justru mengenyampingkan
keberadaan lembaga arbtitrase, perjanjian yang sudah diperjanjikan antara para pihak justru
dikesampingkan dengan berbagai argumentasi, dalam penelitian ini, penulis mengambil
contoh tentang kasus kasus PT Sapta Sarana melawan PT Conoco Philips, di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat dan antara PT Tempo melawan PT Roche di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Para pihak pada kedua kasus diatas dalam melakukan perjanjian kerjasama telah
memuat klausula arbitrase didalamnya, namun salah satu pihak justru membawanya ke
Pengadilan dan atas pertimbangan perbuatan melawan hukum majels hakim menyatakan
bahwa kasus tersebut adalah menjadi wewenang Pengadilan dan bukan wewenang dari
lembaga arbitrase. Hal inilah yang menjadikan penegakkan hukum itu menjadi tidak jelas dan justru menimbukan ketidakpastian hukum itu sendiri. Pasal 10 Undang Undang Arbitrase No. 30 Tahun 1999, telah dengan tegas menerangkan mengenai prinsip separability yang harus dipatuhi oleh para pihak, namun kenyataannya para pihak ataupun hakim justru mengenyampingkan hal tersebut.
Collections
- Master of Law [1449]