Show simple item record

dc.contributor.authorA. BUDI SUSETIA, 05912002
dc.date.accessioned2018-07-16T11:06:57Z
dc.date.available2018-07-16T11:06:57Z
dc.date.issued2008-02-15
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/8660
dc.description.abstractKonsumen seringkali tidak mengerti langkah apa yang harus ditempuh ketika dirinya dihadapkan pada suatu sengketa dengan pelaku usaha. Karena terbatasnya pemahaman dan kekuatan yang dimilikinya, konsumen tidak mengerti kemana ia harus mengadu terutama jika sengketa tersebut adalah sengketa sederhana yang tidak seberapa nilainya. Padahal hal tersebut adalah peluang bagi pelaku usaha untuk bertindak sewenang-wenang dalam membuat aturan baku. Pengadilan konvensional bukan pilihan tepat untuk menyelesaikan sengketa mengingat efisiensi waktu dan biaya yang tidak sebanding dengan kerugian yang diderita konsumen. Kehadiran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) menjawab permasalahan penyelesaian sengketa konsumen yang selama ini sering diabaikan. Dilihat dari bunyi Pasal 45 ayat (1) UUPK, penyelesaian sengketa konsumen melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) memang bukanlah suatu keharusan. Masih dimungkinkan penyelesaian sengketa melalui peradilan di lingkungan peradilan umum berdasarkan pilihan sukarela para pihak. Namun apabila dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui peradilan konvensional, akan lebih efektif jika sengketa bisnis diselesaikan melalui lembaga peradilan yang mengadopsi small claim court atau small claim tribunal seperti Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) ini. Penyelesaian melalui BPSK selalu berusaha mempertimbangkan berbagai aspek, disesuaikan dengan materi yang disengketakan. Hal ini tercermin dalam penunjukan majelis pemeriksa perkara yang terdiri dari beberapa unsur, diantaranya unsur pemerintah, pelaku usaha, dan konsumen. Dengan demikian diharapkan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dapat lebih memenuhi rasa keadilan bagi pihak-pihak yang bersengketa terutama bagi pihak yang lemah dan tidak memiliki daya tawar seimbang,seperti konsumen. Adanya peluang untuk mengajukan upaya hukum keberatan dan kasasi atas putusan arbitrase BPSK memberi kesan bahwa putusan BPSK tidak final dan mengikat. Terlebih lagi keharusan untuk mengajukan eksekusi kepada Pengadilan Negeri memberi kesan BPSK tidak memiliki “taring” sebagai benteng pencari keadilan. Bahkan putusan BPSK sering dianggap tidak berkekuatan hukum. Hal ini sering dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk mengabaikan putusan BPSK seperti yang sering terjadi dalam prakteknya. Akibatnya konsumen yang tidak memiliki daya tawar dihadapan pelaku usaha menjadi semakin dirugikan dari segi waktu,biaya,dan tenaga untuk sengketa yang nominalnya kecil dan sederhana. Mengingat pentingnya peran BPSK dalam membantu masyarakat menyelesaikan sengketa konsumen, maka instrumen hukum yang mendasari kewenangan BPSK sangat perlu untuk direvisi. Peraturan perundangan yang sudah ada masih jauh dari sempurna. atau paling tidak diharapkan dapat mengatasi kendala yang terdapat di lapangan. Adanya BPSK akan sangat membantu peradilan umum, dan dapat lebih mencerminkan rasa keadilan pihak-pihak yang berperkara. Jika kelemahan-kelemahan ini tidak segera dibenahi, maka sudah dapat dipastikan keberadaan BPSK tidak diakui masyarakat. Tanpa adanya kekuatan eksekutorial, putusan BPSK tampak tidak mempunyai kekuatan hukum. Ini tentunya sangat berbeda dinegara-negara maju yang lebih mengedepankan menyelesaikan sengketa bisnis dengan ADR karena dianggap lebih menguntungkan dan memiliki kepastian hukum.en_US
dc.publisherUNIVERSITAS ISLAM INDONESIAen_US
dc.titleKEKUATAN HUKUM PUTUSAN BPSK SEBAGAI LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMENen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record