Show simple item record

dc.contributor.authorAZWIZARMI, 05912053
dc.date.accessioned2018-07-16T10:25:08Z
dc.date.available2018-07-16T10:25:08Z
dc.date.issued2007-07-07
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/8636
dc.description.abstractSalah satu hasil amandemen UUD 1945 adalah pasal 1 Ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi : “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”. Perubahan ini mengisyaratkan bahwa MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara dan tidak lagi menjadi pemegang kedaulatan rakyat. Perubahan tersebut menyebabkan wewenang MPR menjadi sangat berkurang, sebab lembaga ini tidak lagi berhak mengangkat presiden dan wakil presiden karena sudah dipilih langsung. MPR juga tidak berhak memecat langsung presiden dan wakil presiden, karena harus ada usulan dari DPR setelah Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili dan memutuskan bahwa presiden dan atau wakil presiden bersalah. Satu-satunya wewenang lama yang masih melekat pada MPR adalah mengbah dan menetapkan UUD. Gagasan mengurangi wewenang MPR mengisyaratkan adanya perubahan mendasar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. MPR tidak lagi menjadi satu-satunya lembaga yang berhak melaksanakan kedaulatan rakyat. Setiap lembaga yang mengemban tugas politik dan pemerintahan adalah pelaksana kedaulatan rakyat dan bertanggungjawab kepada rakyat. Secara kedudukan, maka MPR telah sama dengan lembaga negara yang lain. Tidak ada lagi lembaga tertinggi Negara dan lembaga tinggi Negara. Sehingga dalam sistem Ketatanegaraan tidak ada lagi lembaga Negara yang lebih tinggi dari yang lain. MPR tidak bisa dikategorikan sebagai lembaga legislatif karena MPR tidak membuat peraturan perundang-undangan. Tetapi MPR masih bisa dikategorikan sebagai lembaga perwakilan rakyat. Karena susunan anggota MPR yang ada dalam Undang-Undang Dasar 1945 menurut pasal 2 UUD 1945 setelah Perubahan Keempat adalah: “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang”. Jika dilihat dari komposisi anggota Majelis Permusywaratan Rakyat maka MPR dapat digolongkan sebagai lembaga parlemen. MPR juga masih memiliki kewenangan membuat Undang-Undang Dasar, memberhentikan presiden, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat dianggap institusi demokrasi perwakilan. Berdasarkan pernyataan di atas, maka MPR masih memiliki wewenang untuk melaksanakan kedaulatan rakyat, sebab sebagai salah satu lembaga politik MPR masih memiliki wewenang yang cukup signifikan. Perbedaannya, saat ini MPR bukan merupakan lembaga satu-satunya yang berhak menjalankan kedaulatan tersebut, melainkan mesti berbagi dengan lembaga-lembaga poltik dan pemerintahan yang lain. Selain itu MPR memiliki kedudukan yang setara dengan lembaga negara lain seperti DPR, DPD dan Presiden. Lembaga negara yang mengeluarkan produk peraturan perundang-undangan maka kedudukannya lebih tinggi dari yang lain. Dan Majelis Permusyawaratan Rakyat merupakan lembaga Negara yang mengeluarkan peraturan yang lebih tinggi. Sehingga Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah lembaga Negara yang lebih tinggi dari lembaga Negara yang lain. Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tetap mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Dasar. Hal ini berarti secara Ilmu Perundang-undangan lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat lebih tinggi dari lembaga Negara yang lain.en_US
dc.publisherUNIVERSITAS ISLAM INDONESIAen_US
dc.titleKEDUDUKAN, TUGAS DAN WEWENANG MPR DALAM SISTEM KELEMBAGAAN NEGARA INDONESIA PASCA AMANDEMEN UUD 1945en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record