KEPASTIAN HUKUM AKAD SYARIAH YANG DIBUAT DALAM BENTUK AKTA NOTARIS (Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 02 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris)
Abstract
dibuat dalam bentuk akta Notaris yang ditinjau dari Undang-undang Nomor 02
Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris (UUJN-P).
Penelitian ini merupakan penelitian normatif yang menggunakan metode
pendekatan Yuridis, sedangkan dari segi sifat laporannya adalah penelitian
deskriptif-kualitatif dengan menggunakan pendekatan konseptual (conceptual
approach), pendekatan perundang-undangan (juridical approach) dan pendekatan
data (date approach). Dalam penelitian ini, sebagian besar data diperoleh dari
studi pustaka dan dilengkapi data-data sekunder. Data yang diperoleh dari
penelitian kepustakaan selanjutnya dianalisis secara kualitatif dengan penyajian
secara deskriptif.
Berdasarkan penelitian ini, penulis menyimpulkan. Pertama, bahwa akad syariah
yang dibuat dalam bentuk akta notaris, dalam segi format masih terdapat Notaris
yang tidak sesuai dengan ketentuan UUJN-P, khususnya Pasal 38, seharusnya
notaris dapat membuat akad syariah tersebut sesuai Pasal 38 UUJN-P karena tidak
ada satupun aturan hukum baik itu hukum positif maupun hukum Islam yang
mengamanatkan bahwa akad syariah harus ada lafadh Bismillahirrohmanirrohim
atau lain sebagainya diletakkan sebelum awal akta, dengan tidak adanya aturan
hukum mengenai peletakan lafadh Bismillahhirrohmanirrohim atau lain
sebagainya di awal akta, Notaris tidak ada alasan untuk tetap meletakkan lafadh
tersebut dalam awal akta dan tetap mengedepankan aturan hukum yang ada dalam
pembuatan akta autentik. Sedangkan dalam segi substansinya akad syariah yang
dibuat dalam bentuk akta notaris masih terdapat akad yang tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah. Yang banyak ketidaksesuaian aturan hukum yang berlaku,
dan juga terdapat beberapa akad syariah yang dibatalkan oleh Pengadilan
Arbitrase. Sehingga hal ini menjadikan ketidakpastian hukum akad syariah
tersebut bagi para pihak dan bisa sangat merugikan Notaris itu sendiri dan para
pihak yang menghendaki adanya akad syariah tersebut. Kedua, perlindungan
hukum untuk para pihak sangatlah minim sekali karena tidak ada aturan yang
mengatur mengenai perlindungan hukum para pihak dalam pembuatan akad
syariah yang dibuat dalam bentuk akta notaris, dan perlindungan hukumnya hanya
Notaris yang dapat melakukannya, yaitu dengan cara memperbaharui akad syariah
yang sudah dibuat namun tidak sesuai dengan ketentuan UUJN-P khususnya Pasal
38 dan melanggar peraturan hukum yang berlaku, dan bagi notaris yang akan
membuat akad syariah harus disesuaikan dengan ketentuana UUJN-P beserta
ketentuan aturan hukum yang berlaku, sehingga kepastian akta akad syariah masih
belum ada untuk para pihak.
Kata kunci: Kepastian Hukum,
Collections
- Master of Law [1445]