PEMENUHAN HAK PENYANDANG DISABILITAS ANAK KORBAN KEJAHATAN SEKSUAL PADA PROSES PERADILAN
Abstract
Studi ini bertujuan untuk mengetahui pemenuhan hak penyandang
disabilitas anak korban kejahatan seksual pada proses peradilan di
Wonosari Gunungkidul. Rumusan Masalah yang diajukan yaitu:
Hak apa saja yang dapat diperoleh bagi penyandang disabilitas
anak perempuan korban kejahatan seksual?;dan Bagaimana upaya
pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas korban kejahatan
seksual dalam proses peradilan?. Penelitian ini termasuk
penelitian hukum empiris. Data penelitian dikumpulkan dengan
cara studi pustaka/dokumen dan wawancara dengan penyidik
kepolisian, hakim, jaksa, pendamping korban, keterangan korban,
keterangan saksi-saksi, kemudian dianalisis dengan analisis data
yang digunakan adalah menggunakan metode analisis data
kualitatif. Meliputi kegiatan pengkasifikasian data, editing,
penyajian bentuk analisis dan pengambilan kesimpulan dan saran.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa hak yang seharusnya di
dapatkan oleh penyandang disabilitas ketika berperkara di
peradilan adalah hak untuk mendapatkan pendamping, hak untuk
mendapatkan penerjemah, hak untuk mendapatkan ahli, hak untuk
bebas dari pertanyaan menjerat dan merendahkan, hak untuk
diperiksa penyidik, jaksa, hakim, yang paham difabel, hak untuk
mendapatkan informasi tentang perkembangan kasus, dan hak
untuk mendapatkan informasi tentang putusan pengadilan. Aparat
penegak hukum yang memiliki peran untuk melindungi hak-hak
korban dinilai kurang melakukan pemenuhan hak bagi penyandang
disabilitas pada proses peradilan. Hal ini dibuktikan karena aparat
penegak hukum sangat bergantung kepada LSM pendamping
korban dalam penyelesaian perkara yang notabene LSM bukan
aparat penegak hukum; dari tujuh hak bagi penyandang disabilitas
yang harus terpenuhi ketika berperkara di peradilan lima hak
terlanggar dan dua hak dirasa sudah terpenuhi. Penelitian ini
merekomendasikan perlunya mengadakan pelatihan untuk aparat
penegak hukum pada tahapan pendidikan; membangun mekanisme
kerjasama formal dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
yang fokus di pada penyandang disabilitas; menyiapkan personil di
lingkungan kantor aparat penegak hukum yang mampu menangani
kasus penyandang disabilitas; perlu adanya rencana peraturan
pemerintah terkait dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016
yang juga mencantumkan aturan lebih spesifik ke pemenuhan hak
penyandang disabilitas pada proses peradilan.
Collections
- Law [2335]