Show simple item record

dc.contributor.authorMukhtar, Gusti Randhy
dc.date.accessioned2024-05-06T05:26:35Z
dc.date.available2024-05-06T05:26:35Z
dc.date.issued2024
dc.identifier.uridspace.uii.ac.id/123456789/48961
dc.description.abstractKejahatan cyber bullying merupakan tindakan abmoral yang dilakukan melalui media elektronik, salah satu cyberbullying adalah melakukan body shamming. Body Shaming merupakan perilaku agresif dan berulang dilakukan oleh individu maupun kelompok untuk mengomentari bentuk tubuh seseorang dengan menggunakan teknologi elektronik sebagai media untuk menyerang orang lain. Body shamming tidak bisa terus dibiarkan karena dampak yang dialami korban dapat merusak kesehatan mental seseoran dan juga berbahaya karena dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Pembahasan utama pada penelitian ini adalah Bagaimana Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Body Shaming Di Media Sosial? Dan Bagaimana Urgensi Perlindungan Hukum Bagi Korban Tindak Pidana Body Shaming Di Media Sosial? Metode penelitian yang digunakan penulis masuk dalam jenis penelitian yuridis normatif yaitu pendekatan dengan menelaah peraturan perundang-undangan serta teori hukum yang ada di Indonesia, Sumber data yang digunakan meliputi primer dan sekunder, data primer merupakan sumber data yang berhubungan langsung dengan objek penelitian yaitu undang -undang khususnya Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, data sekunder yaitu sumber data yang menjelaskan bahan hukum primer yang merupakan hasil pemikiran ahli hukum yaitu buku-buku, hasil karya ilmiah, literatur sampai dengan sumber data elektronik. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik penelusuran kepustakaan (library research). Analisa data yang digunakan deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah yang pertama, Bentuk Perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana body shaming di media sosial adalah Perlindungan Hukum Preventif dapat dilihat dari pengaturan Undang-Undang ITE, UU No. 13 Tahun 2006 mengenai tata cara pemberian perlindungan saksi dan korban dan Peraturan LPSK Nomor 6 Tahun 2010 tentang tata cara pemberian perlindungan saksi dan korban, Perlindungan Hukum Represif merupakan perlindungan akhir berupa sanski seperti denda, penjara dan hukuman tambahan bagi pelaku. Kedua, Urgensi Perlindungan Hukum Bagi Korban Tindak Pidana Body Shaming Di Media Sosial adalah perlu diperhatikan dikarenakan dampak yang ditimbulkan salah satunya adalah dampak psikis terhadap korban- korban perbuatan body shaming sendiri, selain itu banyaknya pelaku yang melakukan perbuatan body shaming itu sendiri dikarenakan tidak mengetahui dampak atau konsekuensi dari perbuatan body shaming. Berdasarkan kuesioner pada 100 responden yang penulis lakukan menunjukkan bahwa perlindungan hukum bagi korban tindak pidana body shaming tidak cukup hanya berfokus pada hukum positif saja, akan tetapi juga harus adanya pemulihan kondisi psikis bagi korban sendiri, seperti pelaku memberikan ganti rugi, kompensasi, pelayanan medis kepada korban dan bahkan harus ada sanksi sosial sebagai efek jera bagi pelaku sehingga tidak adanya korban- korban dari tindak pidana body shaming.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectBody Shamingen_US
dc.subjectPerlindungan Hukumen_US
dc.subjectMedia Sosialen_US
dc.titlePerlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Body Shaming di Media Sosialen_US
dc.typeThesisen_US
dc.Identifier.NIM19912050


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record