Konstitusionalitas Komisi Pemberantasan Korupsi Sebagai Organ Konstitusi dalam Undang-undang Dasar 1945
Abstract
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga negara yang memiliki tugas
khusus berdasarkan UUD 1945 dalam melakukan pemberantasan korupsi di
Indonesia. Namun dalam praktiknya lembaga seperti KPK seringkali mengalami
pelemahan baik dari dalam maupun luar institusional. Atas dasar inilah praktik
pemberantasan korupsi di Indonesia tidak berjalan secara maksimal, sehingga di
perlukan ide terobosan pembaharuan dalam mengatur kedudukan KPK dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia. Dalam penelitian ini terdapat dua rumuan
masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini, pertama, mengapa Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi meletakkan kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi bagaian
daripada kekuasaan Eksekutif? Kedua, apa urgensi konstitusionalitas Komisi
Pemberantasan Korupsi sebagai organ konstitusi dalam UUD 1945? Jenis
penelitian yang digunakan adalah menggunakan penelitian hukum normatif dengan
menggunkan pendekatan Undang-Undang, pendekatan komparatif, dan pendekatan
konseptual. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini berupa bahan
hukum primer, yakni semua aturan hukum yang berkaitan dengan konstitusionalitas
Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai organ konstitusi dalam UUD 1945 dan
bahan hukum sekunder berupa jurnal, buku, dan karya ilmiah terkait. Bahan-bahan
hukum tersebut diperoleh dengan metode studi pustaka dan analisa secara
deskriptif-kualitatif. Adapun hasil daripada penelitian ini menunjukan, pertama,
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 hasil perubahan yang meletakkan
kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai kekuasaan eksekutif adalah
upaya untuk menormalisasi tata konstitusional sesuai dengan doktrin trias politica
selama ini di terapkan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang membagi
cabang kekuasaan menjadi tiga cabang yaitu kekuasaan eksekutif, kekuasaan
legislatif, dan kekuasaan yudikatif. Meskipun undang-undang KPK hasil revisi
kedua masih memiliki perdebatan secara akademik maupun perdebatan secara
yuridis. Alasan Pemerintah dan lembaga pembuat undang-undang meletakkan
Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai cabang kekuasaan eksekutif adalah untuk
mencegah adanya potensial yang melahirkan kewenangan absolute dalam suatu
lembaga negara. Kedua, urgensitas meletakkan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) sebagai organ Konstitusi dalam UUD 1945 akan memberikan jaminan
bahwa: Pertama, terciptanya keadilan atas hukum pemberantasan korupsi,
kepastian atas hukum kedudukan KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, dan kemanfaatan atas hukum Komisi
Pemberantasan Korupsi sebagai the guardian of constitutions from dangers of
corruption. Kedua, kedudukan KPK tidak mudah untuk di intervensi, tidak mudah
untuk di lemahkan dan/atau bahkan di bubarkan oleh penguasa yang tidak memiliki
semangat anti korupsi. Ketiga, untuk menjimin kerja-kerja KPK dengan lancar
tanapa adanya krikil-krikil penghambat semangat anti korupsi. Keempat,
dibutuhkan political will atau komitmen dukungan bersama antara pemerintah dan
pembuat peraturan perundang-undangan untuk menjadikan KPK sebagai lembaga
anti korupsi berdasarkan UUD 1945.
Collections
- Master of Law [1448]