Show simple item record

dc.contributor.authorAl-hamid, Mohamad Said
dc.date.accessioned2024-03-21T05:22:16Z
dc.date.available2024-03-21T05:22:16Z
dc.date.issued2023
dc.identifier.uridspace.uii.ac.id/123456789/48524
dc.description.abstractPenelitian ini difokuskan pada ide proporsionalitas pidana dan agenda pembaruannya dalam kebijakan formulasi sanksi pidana delik menghalang-halangi proses peradilan dalam perundang-undangan khusus di Indonesia. Sebagai penelitian hukum normatif, penelitian ini menggunakan pendekatan perundang- undangan, konseptual, dan perbandingan hukum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan formulasi sanksi pidana delik menghalang-halangi proses peradilan dalam undang-undang khusus di Indonesia belum mencerminkan ide proporsionalitas pidana. Sanksi pidana dalam UU Tipikor dan UU Perusakan Hutan lebih berat daripada UU Perdagangan Orang, UU TPKS, dan UU Terorisme, kendati substansi deliknya adalah sama-sama dikategorikan sebagai kejahatan lintas negara. Terlihat juga ancaman pidana dalam UU TPPU juga lebih berat daripada UU Tipikor, UU Perusakan Hutan, UU Perdagangan Orang, UU TPKS, dan UU Terorisme. Ancaman pidana dalam UU Narkotika lebih berat daripada core crimes seperti UU TPPO dan UU TPKS padahal UU Narkotika termasuk kategori hukum pidana administrasi. Selain itu, sanksi pidana juga dirumuskan dengan sanksi pidana kumulatif, kumulatif-alternatif serta ada pula yang dirumuskan dengan pidana minimum khusus. Penetapan sanksi pidana yang bervariasi tersebut tidak dapat dilacak argumentasinya dalam risalah sidang selaku tafsiran secara historis dan bagian penjelasan intra undang-undang. Terhadap pengancaman pidana denda delik menghalang-halangi proses peradilan untuk orang perorangan bervariasi mulai dari paling banyak 200 juta, 500 juta, 600 juta, 5 miliar, hingga 15 miliar. Sistem pengancaman denda bagi korporasi memuat tiga pola pengancaman, yaitu penetapan berat denda, penetapan berat denda minimum khusus dan maksimum khusus, penetapan sistem denda dengan pemberatan dari ancaman pidana pokok, dan penambahan 1/3 denda dari ancaman pidana pokok yang dilanggar. Beragamnya masalah dalam penetapan ancaman pidana denda bagi orang perorangan maupun korporasi cenderung menimbulkan disparitas pidana dan melanggar prinsip proporsionalitas pidana. Agenda pembaruan untuk menghindari kerancuan atas ketidakseragaman penetapan sanksi pidana, maka pembentuk undang-undang harus mengacu pada ide proporsionalitas pidana. Ide ini mensyaratkan tiga hal yaitu paritas, pemeringkatan delik, dan penentuan jarak pidana seturut melakukan perbaikan di level legislasi melalui pengaturan ulang pembentukan atas argumentasi pembentuk undang-undang.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectDelik Menghalang-halangi Proses Peradilanen_US
dc.subjectProporsionalitasen_US
dc.subjectSanksi Pidanaen_US
dc.titlePenetapan Ancaman Sanksi Pidana Delik Menghalang-halangi Proses Peradilan Dalam Perundang-undangan Di Indonesia (Perspektif Teori Proporsionalitas Pidana)en_US
dc.typeThesisen_US
dc.Identifier.NIM21912029


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record