Penetapan Ancaman Sanksi Pidana Delik Menghalang-halangi Proses Peradilan Dalam Perundang-undangan Di Indonesia (Perspektif Teori Proporsionalitas Pidana)
Abstract
Penelitian ini difokuskan pada ide proporsionalitas pidana dan agenda
pembaruannya dalam kebijakan formulasi sanksi pidana delik menghalang-halangi
proses peradilan dalam perundang-undangan khusus di Indonesia. Sebagai
penelitian hukum normatif, penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-
undangan, konseptual, dan perbandingan hukum. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa kebijakan formulasi sanksi pidana delik menghalang-halangi proses
peradilan dalam undang-undang khusus di Indonesia belum mencerminkan ide
proporsionalitas pidana. Sanksi pidana dalam UU Tipikor dan UU Perusakan Hutan
lebih berat daripada UU Perdagangan Orang, UU TPKS, dan UU Terorisme,
kendati substansi deliknya adalah sama-sama dikategorikan sebagai kejahatan
lintas negara. Terlihat juga ancaman pidana dalam UU TPPU juga lebih berat
daripada UU Tipikor, UU Perusakan Hutan, UU Perdagangan Orang, UU TPKS,
dan UU Terorisme. Ancaman pidana dalam UU Narkotika lebih berat daripada core
crimes seperti UU TPPO dan UU TPKS padahal UU Narkotika termasuk kategori
hukum pidana administrasi. Selain itu, sanksi pidana juga dirumuskan dengan
sanksi pidana kumulatif, kumulatif-alternatif serta ada pula yang dirumuskan
dengan pidana minimum khusus. Penetapan sanksi pidana yang bervariasi tersebut
tidak dapat dilacak argumentasinya dalam risalah sidang selaku tafsiran secara
historis dan bagian penjelasan intra undang-undang. Terhadap pengancaman pidana
denda delik menghalang-halangi proses peradilan untuk orang perorangan
bervariasi mulai dari paling banyak 200 juta, 500 juta, 600 juta, 5 miliar, hingga 15
miliar. Sistem pengancaman denda bagi korporasi memuat tiga pola pengancaman,
yaitu penetapan berat denda, penetapan berat denda minimum khusus dan
maksimum khusus, penetapan sistem denda dengan pemberatan dari ancaman
pidana pokok, dan penambahan 1/3 denda dari ancaman pidana pokok yang
dilanggar. Beragamnya masalah dalam penetapan ancaman pidana denda bagi
orang perorangan maupun korporasi cenderung menimbulkan disparitas pidana dan
melanggar prinsip proporsionalitas pidana. Agenda pembaruan untuk menghindari
kerancuan atas ketidakseragaman penetapan sanksi pidana, maka pembentuk
undang-undang harus mengacu pada ide proporsionalitas pidana. Ide ini
mensyaratkan tiga hal yaitu paritas, pemeringkatan delik, dan penentuan jarak
pidana seturut melakukan perbaikan di level legislasi melalui pengaturan ulang
pembentukan atas argumentasi pembentuk undang-undang.
Collections
- Master of Law [1448]