FORMULASI SHARIA COMPLIANCE PADA INDUSTRI PARIWISATA SYARIAH DI INDONESIA
Abstract
Penelitian ini fokus pada sharia compliance industri pariwisata
syariah di Indonesia. Rumusan masalah yang akan dijawab dalam
penelitian ini adalah mengapa sharia compliance penting bagi industri
pariwisata syariah di Indonesia; Bagaimana kerangka regulasi sharia
compliance pada industri pariwisata syariah di Indonesia; Bagaimana
formulasi sharia compliance pada industri pariwisata syariah di
Indonesia. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah pertama, mengkaji
dan menganalisis konsep dan urgensi sharia compliance pada industri
halal bidang pariwisata, kedua mengkaji dan menganalisis pengaturan
sharia compliance industri pariwisata syariah di Indonesia, dan ketiga,
mengkaji dan mengalisis penegakan sharia compliance pada industri
pariwisata syariah di Indonesia.
Untuk menjawab tiga permasalahan tersebut, metode penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode normatif dengan
pendekatan perundang-undangan, historis dan komparatif, dan
sejumlah kasus dipilih untuk mengkaji implementasi norma hukum
shariah compliance. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang
bersumber dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Informasi
dari sejumlah narasumber dipergunakan untuk mendukung data
sekunder. Sedangkan analisis dilakukan secara kualitatif untuk
menemukan jawaban rumusan masalah yang sedang diteliti.
Penelitian ini berhasil menemukan, pertama, sharia compliance
adalah keharusan bagi industri pariwisata syariah karena sharia
compliance adalah karakter atau penciri yang membedakan industri
ini dengan industri pariwisata konvensional; sharia compliance adalah
jaminan pelaksanaan syariah mulai dari input, proses dan output;
sharia compliance adalah perwujudan etika, tidak hanya antara
pengelola dengan wisawatan, tetapi juga antara semua pihak yang
terlibat dalam kegiatan pariwisata halal. Kedua, pengaturan pariwisata
syariah di Indonesia didasarkan pada sejumlah peraturan perundang-
undangan, yaitu: UU Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Pariwisata, UU
Nomor 33 Tentang Jaminan Produk Halal, UU Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Menteri Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif Nomor 2 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri
Pariwisata Nomor 11 Tahun 2016, namun regulasi-regulasi tersebut
belum mengatur secara spesifik tentang pariwisata syariah dan
kepatuhan shariah, satu-satunya regulasi yang mengatur pariwisata
adalah Fatwa DSN MUI 108/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah. Namun
karena fatwa MUI hanya tak lebih sebagai pendapat hukum yang
boleh ikuti dan boleh ditinggalkan, dan bukan merupakan peraturan
perundang-undangan, maka tidak memiliki kekuatan hukum yang
mengikat, hal ini menjadikan pariwisata syariah tidak memiliki
pijakan hukum positif di negeri ini. Ketiga, belum dilaksanakannya
sharia compliance pada industri pariwisata syariah mengharuskan
adanya formulasi sharia compliance bagi industri pariwisata pariwisata
syariah. Dengan menggunakan teori sistem Friedman, model sharia
compliance pada industri pariwisata syariah disusun sebagai berikut:
a) memperkuat substansi hukum melalui amandemen UU Pariwisata
dan UU Jaminan Produk Halal, b) memperkuat sruktur hukum melalui
penguatan Dewan Pengawas Syariah dalam mengawal pelaksanaan
prinsip-prinsip syariah dalam pariwisata dan membentuk institutional
support pada Kementerian Pariwisata, c) membangun budaya hukum
masyarakat agar memiliki pemahaman yang baik tentang pariwisata
syariah melalui sosialisasi, edukasi dan role model, serta literasi dan
inovasi produk dan jasa pariwisata syariah.
Collections
- Doctor of Law [109]