dc.description.abstract | Indonesia menuju pembangunan era tinggal landas, pembangunan
ekonomi termasuk sektor perbankan yang memiliki peran sangat
penting dalam menjaga stabilitas keuangan negara. Dalam sistem
perbankan di Indonesia, upaya bank dalam penyelesaian kredit
bermasalah yang diprioritaskan oleh kreditor saat debitor mengalami
wanprestasi ternyata masih melalui proses yang rumit dan memakan
waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit. Prinsip kehati-hatian
kreditor bank yaitu salah satunya diletakkannya Sertifikat Hak
Tanggungan (SHT). Akan tetapi belum sepenuhnya ada perlindungan
hukum bagi bank atas agunan yang telah dibebankan hak tanggungan
dan menjadi obyek gugatan perdata.
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan sebagaimana
dikemukakan di atas, maka permasalahanya dapat dikemukakan
sebagai berikut: 1) Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum bagi
Bank jika terjadi gugatan dengan objek gugatan tanah agunan yang
sudah dibebankan Hak Tanggungan? Dan 2) Bagaimanakah penerapan
perlindungan hukum bagi kreditor pemegang hak tanggungan dalam
putusan pengadilan apabila terjadi gugatan dengan objek gugatan
tanah agunan yang sudah dibebankan hak tanggungan?.
Metode Penelitian disertasi ini adalah berfokus pada penelitian
hukum normatif (normative legal research), yaitu sebagai suatu proses
untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun
doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian disertasi ini adalah
seperti berikut: 1) Pendekatan Perundang-Undangan (statute approach);
3) Pendekatan konseptual (conceptual approach); 4) Pendekatan Kasus
(case approach). Kemudian Sumber bahan hukum (legal resources) yang
digunakan di dalam penelitian disertasi ini terdiri atas bahan hukum
primer, bahan sekunder, dan Naham Hukum Tersier.
Hasil penelitian Disertasi ini, menunjukkan, bahwa: 1) Bahwa
tidak ada perlindungan hukum bagi kreditor bank, walaupun
kedudukan Sertifikat Hak Tanggungan (SHT) sangat kuat dimana
bank sebagai kreditor preferen (diutamakan) dan dapat memberikan
kepastian hukum, akan tetapi dalam prakteknya setiap gugatan
perdata dengan obyek hak tanggungan yang sudah dibebani
hak tanggungan diterima oleh Pengadilan yang berakibat proses
penyelesaian kredit macet oleh kreditor bank menjadi terhenti sampai
perkara gugatan perdata tersebut berkekuatan hukum tetap (inkracht)
dimana membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit,
sehingga kreditor bank menjadi pihak yang sangat dirugikan; dan
2) Bahwa Mahkamah Agung (MA) untuk segera merevisi dan/atau
menambahkan dalam bentuk perubahan dari Perma Nomor: 4 Tahun
2019 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor:
2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana
(GS) atau Small Claim Court dengan memasukkan beberapa Pasal
tambahan tentang: “Apabila di dalam perjanjian kredit bank sudah
diletakkan Sertifikat Hak Tanggungan (SHT), maka gugatan perkara
tersebut haruslah ditolak oleh Ketua Pengadilan dan barang agunan
dapat langsung masuk dalam Penetepan Lelang Eksekusi Ketua
Pengadilan”, hal ini dimaksudkan adanya jaminan kemudahan
investasi dalam berusaha dalam kaitannya perlindungan hukum dan
kepastian hukum bagi kreditor bank sebagai proses penyelesaian
perkara sesuai asas peradilan sederhana, cepat, biaya ringan. | en_US |