dc.description.abstract | Penelitian ini menggunakan penelitian normatif yuridis, yang mengkaji dan
menganalisis permasalahan kedaulatan rakyat dalam pengangkatan penjabat kepala
daerah dan rumusan kebijakan hukum yang mengakomodir kedaulatan rakyat
dalam pengangkatan penjabat kepala daerah. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kasus (case approach), pendekatan peraturan perundang-undangan
(statute approach) dan menggunakan pendekatan konseptual (conceptual
approach). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengangkatan penjabat kepala
daerah tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat dan mengabaikan prinsip
demokrasi. Pengangkatan penjabat kepala daerah yang mengakomodir kedaulatan
rakyat. Pertama, sesuai dengan DIM revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota seharusnya pemerintah
melaksanakan Pilkada serentak tahun 2022 dan tahun 2023. Kedua, untuk mengisi
kekosongan jabatan kepala daerah dapat dilakukan dengan memperpanjang masa
jabatan kepala daerah yang berakhir, sehingga memiliki legitimasi kekuasaan.
Ketiga, untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah, Pemilu serentak 2019
telah menyediakan perwakilan atas kedaulatan rakyat di setiap DPRD. Sebagai
ganti dari demokrasi langsung, demokrasi perwakilan dapat menjadi alternatif di
mana DPRD menjaring nama-nama calon penjabat gubernur dan penjabat
bupati/walikota untuk diusulkan kepada presiden dan Menteri. Keempat,
pemerintah pusat bersama-sama dengan DPRD membentuk panitia ad hoc yang
bertugas untuk menjaring nama-nama penjabat gubernur, bupati dan walikota yang
akan mengisi jabatan gubernur, bupati dan walikota untuk periode yang telah
ditetapkan. Kelima, model kombinasi antara hak suara pemerintah pusat sekitar 30
persen dan 70 persen diserahkan kepada DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota
sebagai salah satu mekanisme alternatif untuk pengisian penjabat kepala daerah. | en_US |