dc.description.abstract | Konsumen ipso facto manusia dibekali beberapa hak yang
diberikan oleh hukum untuk melindungi kepentingan ekonominya.
Namun walau demikian, hak-hak konsumen tersebut kerap kali
dilanggar oleh pelaku usaha sehingga konsumen mengalami kerugian
dan melahirkan sengketa konsumen, yaitu sengketa antara pelaku
usaha dengan konsumen yang menuntut ganti rugi atas kerusakan,
pencemaran dan/atau yang menderita kerugian akibat mengonsumsi
barang dan/atau manfaat jasa. Guna menyelesaikan sengketa
tersebut, BPSK dibentuk dan berkedudukan daerah kabupaten dan/
atau kota dengan salah satu kewenangannya adalah menyelesaikan
sengketa konsumen dimaksud. Namun faktanya di lapangan kinerja
BPSK dalam efektif dalam tugasnya dalam menyelesaikan sengketa
konsumen. Berdasarkan hal ini, maka terdapat dua permasalahan
krusial yang dibahas dalam disertasi ini, yaitu mengapa kinerja BPSK
belum efektif dalam menangani sengketa konsumen dan bagaimana
politik hukum penyelesaian sengketa konsumen di BPSK yang
berbasis perlindungan konsumen pada masa mendatang.
Guna menjawab dua persoalan di atas, digunakan metode
penelitian sosio-legal yang di awali dengan studi dokumen bahan
hukum positif untuk menemukan konsistensinya baik secara vertikal
maupun secara horizontal, ada tidaknya benturan dengan peraturan
perundang-undangan yang lain, dan falsafahnya. Adapun pendekatan
yang digunakan adalah sosiologis, perundang-undangan, konseptual
dan perbandingan. Jenis data yang digunakan adalah data kualitatif
yang bersumber dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh
xvi
EFEKTIVITAS PENANGANAN SENGKETA KONSUMEN OLEH BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN (BPSK) PERSPEKTIF POLITIK HUKUM DI INDONESIA
dari sumber utama subyek penelitian ini. Data sekunder meliputi
bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data-data penelitian
tersebut didapat melalui wawancara, studi pustaka dan penelusuran
secara online yang dianalisis dengan melalui tahapan pengolahan,
pengorganisasian dan analisa secara tematis.
Hasil penelitian ini, adalah yaitu: (1) belum efektifnya kinerja
BPSK menangani sengketa konsumen disebabkan, pertama, pada aspek
substansi hukum terjadi konflik norma perlindungan konsumen antara
UUPK dengan UU Pemda, UU AAPS dan dengan Peraturan Menteri
Perdagangan, kedua pada aspek struktur hukum kelembagaan BPSK
disebabkan: (a) tidak adanya sekretariat BPSK, (b) terjadinya likuidasi
institusi, (c) tidak adanya dukungan infra struktur teknologi di BPSK,
dan (d) mekanisme dan alokasi waktu penyelesaian sengketa. Ketiga
pada aspek kultur hukum internal dan eksternal BPSK. Pada kultur
hukum internal BPSK disebabkan oleh: (a) tiga unsur keanggotaan
BPSK yang tidak dapat menciptakan budaya kerja yang profesional, (b)
budaya sirkulasi 5 (lima) tahunan keanggotaan BPSK, (c) sikap majelis
BPSK terhadap sengketa konsumen Lembaga Jasa Keuangan (LJK).
Pada aspek kultur hukum eksternal BPSK disebab oleh: (a) rendahnya
tingkat ketaatan pelaku usaha (b) rendahnya Indeks Keberdayaan
Konsumen (IKK). (2) politik hukum penyelesaian sengketa konsumen
berbasis perlindungan konsumen yang ideal pada masa mendatang
adalah: pertama, penguatan substansi hukum perlindungan konsumen
berupa: (1) konstitusionalisasi perlindungan konsumen secara legal
formal dalam UUD NRI 1945, (2) harmonisasi hukum yang mengatur
norma perlindungan konsumen. Kedua, penguatan struktur hukum
kelembagaan BPSK dengan reorganisasi, revitalisasi dan digitalisasi.
Ketiga, pembangunan budaya hukum konsumen melalui pendidikan
formal dan non-formal yang berbasis nilai-nilai profetik. | en_US |