Analisis Putusan Pengadilan Tentang Sengketa Eksekusi Jaminan Fidusia (Kajian Putusan Mahkamah Agung Ri Nomor: 887k/Pdt/2015)
Abstract
Dalam pembiayaan konsumen, pihak Lembaga Pembiayaan Konsumen
memberikan pembiayaan berupa pinjaman dana untuk pembelian suatu
barang. Pihak konsumen selanjutnya akan menerima fasilitas dana untuk
pembelian barang tertentu dan membayar hutangnya secara berkala atau
angsuran kepada Lembaga Pembiayaan Konsumen. Perjanjian
pembiayaan konsumen dibuat secara tertulis berdasarkan asas kebebasan
berkontrak. Dalam perjanjian tersebut memuat rumusan kehendak serta
hak dan kewajiban para pihak dimana perusahaan pembiayaan konsumen
sebagai penyedia dana dan konsumen sebagai pengguna dana. Ketentuan
mengenai syarat sah dan akibat hukum dari perjanjian pembiayaan
konsumen menganut ketentuan yang sama dengan perjanjian pada
umumnya yang diatur dalam Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata.
Dalam praktek Aturan hukum yang baik dan mantap tentu sangat
diperlukan pembiayaan konsumen dilakukan dengan pengikatan jaminan
fidusia, dimana barang yang dijadikan obyek pembiayaan konsumen, juga
dijadikan sekaligus sebagai jaminan fidusia. Dalam penelitian ini Penulis
akan menganalisis putusan pengadilan tentang sengketa eksekusi jaminan
fidusia. Hal yang menarik dalam putusan ini adalah pada pengadilan
tingkat pertama dan banding Majelis Hakim memutus bahwa tindakan PT.
Clipan Finance Sukabumi adalah perbuatan melawan hukum sedangkan
pada tingkat kasasi Majelis Hakim Mahkamah Agung memutus bahwa
tindakan PT. Clipan Finance Sukabumi tersebut adalah perbuatan
melawan hukum. Berdasarkan persolan tersebut Penulis menggunakan
penelitian hukum normatif untuk menganalisis penyebab putusan
Mahkamah Agung berbeda dengan Putusan Pengadilan Tinggi Bandung
yang putusannya menguatkan putusan Pengadilan Negeri Sukabumi serta
menganalisis putusan pengadilan manakah yang paling tepat dan memberi
keadilan dalam penyelesaian kasus sengketa eksekusi jaminan fidusia ini.
Adapun hasil penelitian ini adalah penyebab putusan Mahkamah Agung
berbeda dengan putusan judex factie karena penggunaan dasar
pertimbangan hukum yang berbeda dimana Mahkamah Agung
berpendapat bahwa perjanjian pembiayaan konsumen bukan merupakan
klausla baku karena ketentuan tersebut telah diketahui dan dipahami
konsumen sebelum menandatanganinya sedangkan majelis hakim judex
factie berpendapat bahwa perjanjian pembiayaan konsumen tersebut
melanggar ketentuan penggunaan klausula baku sebagaimana pasal 18
ayat (1) huruf d UUPK. Selanjutnya putusan pengadilan yang paling tepat
yaitu putusan judex factie/ Pengadilan Tinggi Bandung yang putusannya
menguatkan putusan Pengadilan Negeri Sukabumi.
Collections
- Law [2308]