Show simple item record

dc.contributor.authorMAHULAE, ULLY TRI ELLEN
dc.date.accessioned2023-06-16T08:55:47Z
dc.date.available2023-06-16T08:55:47Z
dc.date.issued2023
dc.identifier.uridspace.uii.ac.id/123456789/45002
dc.description.abstractAnak sebagai generasi penerus bangsa memiliki hak-hak yang harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan dan juga diskriminasi yang dilakukan oleh orang lain. Arus perkembangan globalisasi yang cukup pesat ini mendorong kemudahan akses terhadap informasi serta teknologi dalam hal ini media sosial. Penggunaan media sosial ini ternyata menciptakan permasalahan hukum, yaitu pelecehan seksual. Tindakan pelecehan seksual di media sosial ini dapat berupa komentar, tindakan, dan penipuan terhadap anak berupa pelecehan secara fisik maupun nonfisik. Adapun rumusan masalah yang dibuat yaitu apa saja kelemahan dari ketentuan perlindungan hukum bagi anak yang menjadi korban tindak pidana pelecehan sosial di media sosial sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan apakah UndangUndang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sudah memberikan perlindungan hukum yang ideal bagi anak yang menjadi korban dari tindak pidana pelecehan seksual di media sosial. Penelitian ini menggunakan tipologi penelitian berupa hukum normatif berkaitan dengan norma, asas, peraturan perundang-undangan dan lain sebagainya dikaitkan dengan permasalahan hukum yang diteliti. Pendekatan penelitian yang dilakukan berupa pendekatan perundangan-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Hasil penelitian yang diteliti bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak merupakan peraturan yang berlaku terlebih dahulu, bahwa kelemahan dari ketiga peraturan ini adalah masih bersifat umum, dan belum menjelaskan secara spesifik mengenai perbuatan/tindakan pelecehan yang dilakukan dalam media sosial dan mengenai ganti kerugian yang tidak diatur dalam undang-undang serta tidak mengatur restitusi yang tidak mampu dibayar oleh pelaku. Terkait Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini memberikan angin segar bagi peraturan di Indonesia, bahwa adanya pengaturan mengenai tindak pidana pelecehan seksual nonfisik, adanya pengaturan penggantian restitusi dalam undang-undang ini, dan terdapat pengaturan mengenai restitusi yang tidak mampu dibayar oleh pelaku. Penelitian ini mengemukakan beberapa saran bahwa adanya sikap saling menjaga dan berkoordinasi diantara lingkup orang tua, pergaulan dan pendidikan anak dengan melakukan pengawasan secara ketat; Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Pemerintah dapat saling konsisten dalam pemberian perlindungan anak yang menjadi korban dari tindak pidana pelecehan seksual; serta memberikan ruang fasilitas bagi anak untuk mampu menceritakan peristiwa yang dialaminya.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectperlindungan anaken_US
dc.subjectmedia sosialen_US
dc.subjectpelecehan seksualen_US
dc.titlePerlindungan Hukum Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Pelecehan Seksual di Media Sosiaen_US
dc.typeThesisen_US
dc.Identifier.NIM19410531


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record