Show simple item record

dc.contributor.authorIRHAM RAMUR
dc.date.accessioned2023-05-22T08:03:56Z
dc.date.available2023-05-22T08:03:56Z
dc.date.issued2023-03
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/44872
dc.description.abstractPutusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 telah memutus inkonstitusional bersyarat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam putusan tersebut Mahkamah Konstitusi mensyaratkan Perlu adanya meaningful participation dalam pembentukan undang-undang. Karenanya, penelitian ini ingin menganalisis lebih mendalam Bagaimana seharusnya meaningful participation dalam pembentukan undang-undang itu dilakukan. Penelitian ini disusun dalam dua rumusan masalah. Pertama, apa yang melatar belakangi perlunya meaningful participation dalam pembentukan undangundang? Kedua, bagaimana penjabaran meaningful participation dalam pembentukan undang-undang menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020? Penelitian ini menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan perundang-undangan (statue approach). Dalam membedah subjek dalam penelitian ini menggunakan teori demokrasi, partisipasi publik, dan pembentukan undang-undang. Sumber primer yang digunakan yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 serta undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hasil penelitian ini menyimpulkan: Pertama, bahwa meskipun regulasi mengenai pembentukan undang-undang sudah di buat sebaik mungkin, agar dapat menghasilkan produk hukum yang responsif,, tetapi ternyata pembentuk undang-undang masih sering mengabaikan prosedur formil dalam pembentukan sehingga perlu dipertegas aturan untuk pemenuhan asas formil dalam pembentukan undang-undang, khususnya mengenai pemenuhan hak masyarakat untuk terlibat dalam proses legislasi. kedua, meaningful participation dalam pembentukan undang-undang setidaknya harus memenuhi tiga hak masyarakat yaitu, hak untuk didengar, hak untuk dipertimbangkan, dan hak untuk mendapat jawaban atas usulan yang telah diberikan. Pemenuhan hak tersebut harus dilakukan dengan membuka ruang diskursus dua arah antara masyarakat dan pembentuk undang-undang dengan itikad baik dalam rangka untuk mewujudkan produk hukum yang responsif. Karenanya asas formil harus dilakukan secara bermakna dan bukan sekedar formalitas untuk melegitimasi undang-undang.en_US
dc.publisherUNIVERSITAS ISLAM INDONESIAen_US
dc.titleAnalisis Partisipasi Publik Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/Puuxviii/2020en_US
dc.Identifier.NIM20912069


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record