Eksistensi Perampasan Aset Pada Tindak Pidana Korupsi Yang Dibatalkan Melalui Gugatan Perdata
Abstract
Kasus Pidana Korupsi terjadi penyitaan oleh kepolisan dan kejaksaan guna
penyidikan kasus tindak pidana korupsi atas aset-aset pelaku tindak pidana yang
diduga dibeli dari hasil kejahatan dan aset berupa tanah telah dijadikan sebagai
jaminan hak Tanggungan kepada bank. Tetapi aset tersebut dirampas, karena
pihak ketiga merasa dirugikan kemudian pihak ketiga mengajukan gugatan bukan
keberatan atas penyitaan oleh kepolisian maupun kejaksaan. Berdasarkan dari
kejadian, suatu penyitaan yang kemudian diputus untuk dirampas oleh negara
tersebut dibatalkan oleh gugatan perdata yang diajukan oleh pihak ketiga.
Sehingga ada konflik kepentingan didalamnya. Rumusan masalah penelitian ini
adalah Bagaimana eksistensi perampasan aset pada tindak pidana korupsi yang
dibatalkan melalui gugatan perdata dan bagaimana kekuataan hukum antara
putusan pada peradilan tindak pidana korupsi dengan kekuatan hukum putusan
pada peradilan perdata apabila berbenturan. Metode penelitian yang dipakai yaitu
normatif dengan studi kepustakaan berupa undang-undang, buku, dan literasi
lainnya. Kesimpulan penelitian yaitu pertama, Aset hasil korupsi yang diputus
untuk dirampas oleh negara kemudian dibatalkan oleh gugatan perdata maka tidak
berdampak pada perampasan aset itu sendiri karena pada prinsipnya adalah
recovery asset serta aset sudah berstatus Harta Milik Negara sehingga tidak bisa
dilakukan upaya hukum atas aset tersebut; kedua, perkara yang telah diputus oleh
pengadilan dan memperoleh hukum tetap (inkracht) maka tidak dapat dilakukan
upaya apapun kecuali peninjauan kembali. Selain itu, menurut peraturan
Mahkamah Agung bahwa Pengadilan dalam perkara pidana tidak terikat dalam
putusan pengadilan dalam perkara perdata. Sehingga putusan pidana tetap
dijalankan.
Collections
- Master of Law [1449]