Inkonsistensi KPPU Dalam Menerapkan Peraturan Tentang Persengkongkolan Tender (Studi Kasus Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia Nomor:26/KPPU-L/2009)
Abstract
Perusahaan barang dan jasa adalah perusahaan yang bergerak dalam
pengadaan suatu barang dan jasa atas sebuah pekerjaan dimana pekerjaan tersebut
dapat diselenggarakan oleh pihak swasta maupun pemerintah. Dalam pengadaan
barang dan jasa yang diadakan oleh pemerintah, perusahaan penerima pekerjaan
harus melalui proses yang disebut dengan lelang tender yang ketentuannya telah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Penyimpangan terhadap peraturan
tersebut dapat dilihat dari kasus Pelelangan Pipa dan Aksesoris di Dinas Perkerjaan
Umum Provinsi Bengkulu Tahun Anggaran 2009, terkait dengan persekongkolan
dalam tender yang dilakukan oleh PT Nindya Citra Hutama, CV Edward Saputra, PT
Saribina Jasa Kontrindo, CV Hutama Bhakti, CV Riski Utama, CV Grinvis, CV
Karya Riski Mandiri, dan Panitia Pelelangan Pelelangan Pipa dan Aksesoris di Dinas
Perkerjaan Umum Provinsi Bengkulu Tahun Anggaran 2009. Dalam putusan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha para pihak dinyatakan bersalah melanggar Pasal 22
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Persekongkolan Tender, untuk itu
Studi Kasus Hukum ini akan menganalisis apakah putusan tersebut sudah sesuai
dengan fakta dan dasar hukum yang ada, dan kenapa panitia tender dihukum dengan
menggunakan dasar hukum yang hanya dapat dikenakan kepada peserta tender
Untuk menganalisis putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha itu metode
yang digunakan penulis ialah metode deduktif. Metode ini mengharuskan penulis
untuk menganalisis suatu putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha berdasarkan
kepada pasal yang dilanggar dalam putusan tersebut dengan cara menguraikan satu
persatu unsur di dalam Pasal yang diduga tersebut dan diterapkan dalam fakta
material dalam putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, selanjutnya ditarik
kesimpulan.
Kesimpulan dari penulis, Majelis Komisi dalam memutus perkara ini tidak
tepat. Kekeliruan Majelis Komisi adalah menghukum panitia tender menggunakan
dasar hukum untuk peserta tender. Dalam analisisnya Majelis Komisi menganggap
Panitia Tender sebagai pihak lain,jika menggunakan ini Panitia Tender tidak dapat
dihukum karena tidak ada aturan yang menunjukan dapat dihukum karena tidak ada
aturan yang menunjukan dapat dihukum. Dengan demikian jika Majelis Komisi ingin
menghukum panitia tender menggunakan dasar KUHPER Pasal 1653 sampai 1655
dan dipersamakan dengan pelaku usaha.
Collections
- Law [2359]