Konfigurasi Politik dan Hukum Munculnya Undang-Undang tentang HAM Pasca Jatuhnya Rezim Orde Baru
Abstract
Penelitian ini berjudul “Konfigurasi Politik dan Hukum Munculnya
Undang-Undang Tentang HAM Pasca Jatuhnya Rezim Orde Baru”.
Penelitian ini ditarbelakangi oleh satu semangat untuk mengetahui kompleksitas
persoalan-persoalan di balik pembuatan Undang-Undang No. 39 tahun 1999
tentang hak asasi manusia. Dimana keberadaan Undang-Undang No.39 tahun
1999 tentang hak asasi manusia ini secara faktual menjadi tonggak sejarah
pengakuan hak asasi manusia di Indonesia yang berbentuk Undang-Undang, dan
berangkat dari noktah hitam penghianatan rezim orde baru yang secara sistemik
melakukan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia terhadap rakyatnya,
diantaranya kasus Tanjung Priuk, DOM di Aceh, Stigma G30S/PKI, pelanggaran
Timor-Timur, Penembakan misterius, pelanggaran HAM di Irian Jaya, Kedung
Ombo, Udin, Marsinah, Komando Jihad dan masih sangat banyak lainnya.
Permasalahan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini ialah
bagaimanakah konfigurasi politik dan hukum munculnya Undang-Undang tentang
Hak Asasi Manusia pasca jatuhnya rezim orde baru?
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan sosiologi hukum
karena ingin membuka perspektif dialektik dari konstelasi politik dan hukum yang
terjadi di Indonesia, baik di era rezim orde baru ataupun di era transisi menuju
demokrasi sehingga memunculkan Undang-Undang tentang hak asasi manusia..
Penggalian data dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan berupa kajian
literatur-literatur dan studi dokumentasi. Sedangkan analisis datanya dilakukan
secara deskriptif kualitatif (content analysis).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan Undang-Undang No.39
tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia tidaklah muncul secara tiba-tiba dan dari
kesadaran kritis pemerintah, melainkan merupakan hasil perjuangan yang panjang
dari dinamika dan pergumulan politik dan hukum yang ada di Indonesia selama
rezim otoritarian orde baru, desakan masyarakat internasional, serta berpengaruh
terhadap konfigurasi politik dan hukum pasca kejatuhan rezim orde baru.
Konfigurasi politik dan hukum era orde baru sifatnya hegemonik, tiranik dan
sentralistik. Negara menjadi kekuasaan teror (state terorisme), negara korporasi
(state corporatisme), negara patron klien (state clientilisme) dan menjadi negara
penguasa opini publik (state discourse). Sistemiknya pelanggaran hak asasi
manusia mendorong atas tuntutan reformasi total dari rakyat yang sangat massif
dan menuntut Soeharto mundur dari kursi Presiden. Sedangkan politik dan hukum
di era pasca rezim orde baru ditandai dengan semangat penghormatan terhadap
hak asasi manusia. Konfigurasi politik mengalami liberalisasi dan hukumnya
terjadi reformasi yang dituntut harus berpijak pada nilai-nilai universal hak asasi
manusia. Berangkat dari fakta sosiologis konfigurasi politik dan hukum orde baru
dan kehancurannya menuju transisi demokrasi (reformasi), diwujudkanlah
ketetapan politik DPR/MPR berupa TAP MPR No.XVII/MPR/1998 tentang Hak
Asasi Manusia. Ketetapan politik ini merupakan ruh dari munculnya Undang-
Undang. No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang No.26
tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan Perundang-Undangan
yang berdimensi hak asasi manusia lainnya di era reformasi.
Collections
- Law [2308]