Show simple item record

dc.contributor.advisorSuparman Marzuki, SH., M.Si,
dc.contributor.authorMoh. Syafi'ie
dc.date.accessioned2021-08-25T07:21:33Z
dc.date.available2021-08-25T07:21:33Z
dc.date.issued2007
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/31967
dc.description.abstractPenelitian ini berjudul “Konfigurasi Politik dan Hukum Munculnya Undang-Undang Tentang HAM Pasca Jatuhnya Rezim Orde Baru”. Penelitian ini ditarbelakangi oleh satu semangat untuk mengetahui kompleksitas persoalan-persoalan di balik pembuatan Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Dimana keberadaan Undang-Undang No.39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia ini secara faktual menjadi tonggak sejarah pengakuan hak asasi manusia di Indonesia yang berbentuk Undang-Undang, dan berangkat dari noktah hitam penghianatan rezim orde baru yang secara sistemik melakukan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia terhadap rakyatnya, diantaranya kasus Tanjung Priuk, DOM di Aceh, Stigma G30S/PKI, pelanggaran Timor-Timur, Penembakan misterius, pelanggaran HAM di Irian Jaya, Kedung Ombo, Udin, Marsinah, Komando Jihad dan masih sangat banyak lainnya. Permasalahan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini ialah bagaimanakah konfigurasi politik dan hukum munculnya Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia pasca jatuhnya rezim orde baru? Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan sosiologi hukum karena ingin membuka perspektif dialektik dari konstelasi politik dan hukum yang terjadi di Indonesia, baik di era rezim orde baru ataupun di era transisi menuju demokrasi sehingga memunculkan Undang-Undang tentang hak asasi manusia.. Penggalian data dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan berupa kajian literatur-literatur dan studi dokumentasi. Sedangkan analisis datanya dilakukan secara deskriptif kualitatif (content analysis). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan Undang-Undang No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia tidaklah muncul secara tiba-tiba dan dari kesadaran kritis pemerintah, melainkan merupakan hasil perjuangan yang panjang dari dinamika dan pergumulan politik dan hukum yang ada di Indonesia selama rezim otoritarian orde baru, desakan masyarakat internasional, serta berpengaruh terhadap konfigurasi politik dan hukum pasca kejatuhan rezim orde baru. Konfigurasi politik dan hukum era orde baru sifatnya hegemonik, tiranik dan sentralistik. Negara menjadi kekuasaan teror (state terorisme), negara korporasi (state corporatisme), negara patron klien (state clientilisme) dan menjadi negara penguasa opini publik (state discourse). Sistemiknya pelanggaran hak asasi manusia mendorong atas tuntutan reformasi total dari rakyat yang sangat massif dan menuntut Soeharto mundur dari kursi Presiden. Sedangkan politik dan hukum di era pasca rezim orde baru ditandai dengan semangat penghormatan terhadap hak asasi manusia. Konfigurasi politik mengalami liberalisasi dan hukumnya terjadi reformasi yang dituntut harus berpijak pada nilai-nilai universal hak asasi manusia. Berangkat dari fakta sosiologis konfigurasi politik dan hukum orde baru dan kehancurannya menuju transisi demokrasi (reformasi), diwujudkanlah ketetapan politik DPR/MPR berupa TAP MPR No.XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. Ketetapan politik ini merupakan ruh dari munculnya Undang- Undang. No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang No.26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan Perundang-Undangan yang berdimensi hak asasi manusia lainnya di era reformasi.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectKonfigurasi Politik dan Hukumen_US
dc.subjectMunculnya Undang-Undang tentang HAMen_US
dc.subjectPasca Jatuhnya Rezim Orde Baruen_US
dc.titleKonfigurasi Politik dan Hukum Munculnya Undang-Undang tentang HAM Pasca Jatuhnya Rezim Orde Baruen_US
dc.Identifier.NIM02410715


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record