Upaya Penegakan Hukum Pengembalian Kerugian Negara Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Akibat Tindak Pidana Korupsi
Abstract
Pembahasan tentang pengertian keuangan negara tentu tidak bisa dipisahkan
dalam peroses pengendalian tindak pidana korupsi, konstruksi pemahaman yang harus
diketahui terlebih dahulu adalah mengenai tentang unsur-unsur yang terdiri dari konsep
keuangan negara, dan pemahaman tentang peroses pengadilan tindak pidana korupsi.
Tentu pemahaman keuangan negara menjadi kunci utama bagi kita untuk bisa menelaah
lebih jauh bagaimana adanaya tindak pidana korupsi. karena memang kita menyadari
bahwa, salah satu unsur tindak pidana korupsi adalah adanya unsur kerugian negara.
Dalam menelisik kajian terminologi dari keuangan negara itu sendiri pengertian
keuangan negara, memiliki dua dimensi pengertian. Tentu dimensi ini, berkaitan erat
dengan bagaiamana perkembangan reformasi keuangan negara di indonesia sebelum
refomrasi dan pasca reformasi.
Dalam upaya pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi, Indonesia tidak
hanya menggunakan instrumen nasional seperti pada Pasal 38 ayat (5) Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,, yaitu dalam hal terdakwa meninggal dunia
sebelum putusan dijatuhkan dan terdapat bukti yang cukup kuat bahwa yang
bersangkutan telah melakukan tindak pidana korupsi, maka hakim atas tuntutan
penuntut umum menetapkan perampasan barang-barang yang telah disita, selanjutnya
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang, tetapi juga menggunakan instrumen- instrumen internasional
seperti United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) 2003 yang
diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006.
Namun, hal ini belum terlaksana dengan maksimal. Penulisan skripsi ini
bertujuan untuk menjelaskan pelaksanaan proses pengembaliana aset hasil tindak pidana korupsi dan hal-hal yang harus disiapkan oleh pemerintah dan aparat penegak
hukum agar pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi dapat berjalan dengan baik.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa proses pelaksanaan pengembalian hasil tindak
pidana korupsi diawali dengan pelacakan aset baik yang ada di dalam negeri maupun
luar negeri. Kemudian tahap pembekuan aset yang dilakukan agar aset tidak berpindah
untuk kemudian dilaksanannya tahap perampasan aset. Dalam tahap yang ketiga yaitu
penyitaan aset yang merupakan kelanjutan dari tahap pembekuan dan perampasan aset
sebelum dilakukan penyitaan untuk selanjutnya dapat dilakukan penyerahan aset dari
negara penerima kepada negara korban. Perintah penyitaan ini dikeluarkan oleh
pengadilan atau badan yang berwenang dari negara penerima setelah ada putusan
pengadilan yang menjatuhkan pidana pada pelaku tindak pidana. Agar pengembalian
aset ini dapat berjalan dengan baik maka Indonesia harus segera mengesahkan RUU
Perampasan Aset, penggunaan upaya pengembalian aset secara NCB sebagai alternatif,
menggunakan lembaga kepailitan sebagai alternative pengembalian aset hasil tindak
pidana korupsi, dan pengefektifan RUPBASAN sebagai badan pengembalian aset.
Selain itu dalam pengembalian aset hendaknya melibatkan firma-firma hukum (Law
Firm) dan lembaga-lembaga keuangan yang ahli di bidang akutansi. Indonesia harus
meningkatkan political will dengan meningkatkan hubungan baik dengan negara lain
khususnya negara yang sering menjadi tujuan pelarian aset hasil tindak pidana korupsi.
Collections
- Master of Law [1445]