Show simple item record

dc.contributor.advisorDr. Aroma Elmina Martha, S.H., M.H.
dc.contributor.author12912101 Danardono
dc.date.accessioned2021-07-16T07:04:15Z
dc.date.available2021-07-16T07:04:15Z
dc.date.issued2020
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/123456789/30634
dc.description.abstractAspek diversi dan restorative justice telah banyak ditulis di dalam berbagai literatur. Isu ini menunjukkan betapa pentingnya upaya penyelesaian perkara yang mengedepankan perlindungan pada anak.Namun, kajian praktek diversi dalam proses persidangan belum banyak diteliti. Tesis ini akan memfokuskan pada dua permasalahan pokok yaitu bagaimana penerapan restorative justice dalam proses persidangan berdasarkan UU no 12 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di Pengadilan Negeri terhadap perkara pidana anak. Masalah yang kedua adalah apakah penetapan pengadilan pada diversi dalam perspektif restorative justice telah berjalan dengan efektif. Melalui kajian analisis teori restorative justice, dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis sosiologis, ditemukan bahwa Penerapan restorative justice dalam sistem peradilan pidana anak terkait dengan pelaksanaan diversi di pengadilan dilakukan dengan tetap melakukan pengawasan atas proses penyelesaian perkara dengan pendekatan keadilan restoratif dan pelaksanaan kesepakatan yang dihasilkan berada pada atasan langsung pejabat yang bertanggung jawab pada setiap tingkat pemeriksaan. Selama proses keadilan restoratif berlangsung dan setelah keadilan restoratif dilaksanakan, pembimbing kemasyarakatan wajib melakukan pembimbingan dan pengawasan. Anak yang keberadaan orang tua/walinya tidak diketahui, maka pengasuhannya menjadi tanggung jawab kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial dan dinas/instansi sosial. Pentingnya karena dalam proses persidangan, ada keadaan yang menakutkan dapat menyebabkan tekanan bagi Anak, baik sebagai tersangka, korban ataupun sebagai saksi. Efek dari keadaan tersebut adalah kegelisahan, ketegangan, kegugupan, kehilangan kontrol emosional, menangis, gemetaran, malu, depresi, gangguan kemampuan untuk berfikir, termasuk ingatan, dan gangguan kemampuan berkomunikasi untuk memberi keterangan atau kesaksian dengan jelas. Kedua, ditemukan bahwa penetapan diversi di tingkat pengadilan dalam perspektif restorative justice dapat dikatakan belum dapat berjalan secara efektif, dalam beberapa kasus ada keluarga dari Anak yang melakukan tindak pidana dan penyelesaian kasusnya dilakukan restoratiove justice dengan diversi tidak mau menerima Anaknya kembali. Selain itu, ketika orang tua dari Anak yang melakukan tindak pidana tersebut tidak mau menerima kembali Anak tersebut, oleh pengadilan ditetapkan bahwa anak diserahkan kepada Balai Pemasyarakatan. Dalam penanganan Anak yang berhadapan dengan hukum dengan pendekatan keadilan restoratif, perlu ada koordinasi dan kerjasama antara aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim), advokat, petugas Balai Pemasyarakatan (Bapas), petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Petugas Rumah Tahanan (Rutan), Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Kesehatan serta kementerian lainnya yang terkait dalam penanganan Anak yang berhadapan dengan hukum. Koordinasi dan kerjasama tersebut selain untuk penyamaan persepsi juga untuk penyelarasan gerak langkah. Kata Kunci: Diversi, kenakalan anak, persidangan, restorative justiceen_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectDiversien_US
dc.subjectkenakalan anaken_US
dc.subjectpersidanganen_US
dc.subjectrestorative justiceen_US
dc.titlePraktek Diversi terhadap Anak Dalam Proses Persidangan Dalam Perspektif Restorative Justiceen_US
dc.Identifier.NIM12912101


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record