Praktek Diversi terhadap Anak Dalam Proses Persidangan Dalam Perspektif Restorative Justice
Abstract
Aspek diversi dan restorative justice telah banyak ditulis di dalam
berbagai literatur. Isu ini menunjukkan betapa pentingnya upaya penyelesaian
perkara yang mengedepankan perlindungan pada anak.Namun, kajian praktek
diversi dalam proses persidangan belum banyak diteliti. Tesis ini akan
memfokuskan pada dua permasalahan pokok yaitu bagaimana penerapan
restorative justice dalam proses persidangan berdasarkan UU no 12 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di Pengadilan Negeri terhadap perkara
pidana anak. Masalah yang kedua adalah apakah penetapan pengadilan pada
diversi dalam perspektif restorative justice telah berjalan dengan efektif.
Melalui kajian analisis teori restorative justice, dengan menggunakan
pendekatan yuridis normatif dan yuridis sosiologis, ditemukan bahwa
Penerapan restorative justice dalam sistem peradilan pidana anak terkait dengan
pelaksanaan diversi di pengadilan dilakukan dengan tetap melakukan
pengawasan atas proses penyelesaian perkara dengan pendekatan keadilan
restoratif dan pelaksanaan kesepakatan yang dihasilkan berada pada atasan
langsung pejabat yang bertanggung jawab pada setiap tingkat pemeriksaan.
Selama proses keadilan restoratif berlangsung dan setelah keadilan
restoratif dilaksanakan, pembimbing kemasyarakatan wajib melakukan
pembimbingan dan pengawasan. Anak yang keberadaan orang tua/walinya
tidak diketahui, maka pengasuhannya menjadi tanggung jawab kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial dan
dinas/instansi sosial. Pentingnya karena dalam proses persidangan, ada keadaan
yang menakutkan dapat menyebabkan tekanan bagi Anak, baik sebagai
tersangka, korban ataupun sebagai saksi. Efek dari keadaan tersebut adalah
kegelisahan, ketegangan, kegugupan, kehilangan kontrol emosional, menangis,
gemetaran, malu, depresi, gangguan kemampuan untuk berfikir, termasuk
ingatan, dan gangguan kemampuan berkomunikasi untuk memberi keterangan
atau kesaksian dengan jelas. Kedua, ditemukan bahwa penetapan diversi di
tingkat pengadilan dalam perspektif restorative justice dapat dikatakan belum
dapat berjalan secara efektif, dalam beberapa kasus ada keluarga dari Anak yang
melakukan tindak pidana dan penyelesaian kasusnya dilakukan restoratiove
justice dengan diversi tidak mau menerima Anaknya kembali. Selain itu, ketika
orang tua dari Anak yang melakukan tindak pidana tersebut tidak mau
menerima kembali Anak tersebut, oleh pengadilan ditetapkan bahwa anak
diserahkan kepada Balai Pemasyarakatan. Dalam penanganan Anak yang
berhadapan dengan hukum dengan pendekatan keadilan restoratif, perlu ada
koordinasi dan kerjasama antara aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim),
advokat, petugas Balai Pemasyarakatan (Bapas), petugas Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas), Petugas Rumah Tahanan (Rutan), Kementerian
Sosial, Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Kesehatan serta
kementerian lainnya yang terkait dalam penanganan Anak yang berhadapan
dengan hukum. Koordinasi dan kerjasama tersebut selain untuk penyamaan
persepsi juga untuk penyelarasan gerak langkah.
Kata Kunci: Diversi, kenakalan anak, persidangan, restorative justice
Collections
- Master of Law [1445]