Show simple item record

dc.contributor.authorGufron
dc.date.accessioned2017-02-09T03:16:01Z
dc.date.available2017-02-09T03:16:01Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/2408
dc.description.abstractPasca reformasi pengaturan tentang Desa menjadi satu paket dengan Undang-undang Pemrintahan Daerah. Yakni diatur dalam UU N0.22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, UU No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, dan yang terakhir Desa diatur tersendiri melalui UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa. Hubungan Pemerintahan Daerah dan Desa menjadi tidak menentu dan kabur dari esensinya. Selain melaksanakan sisa kewenangan Pemeritah Daerah walaupun tidak secara herarkhis tetapi secara formalistik, keberadaan Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki otonomi asli berdasarkan hak asal-usul tidak sepenuhnya diakui. Sebagai Negara kesatuan, Indonesia mengakui dan menghormati keberadaan Desa dan Desa Adat, yang disebut sebagai “kesatuan masyarakat hukum adat”, sebagaimana landasan konstitusional yang tertuang dalam UUD 1945. Dengan demikian penelitian ini memfokuskan pada dua rumusan masalah. Pertama, bagaimana hubungan Pemerintah Daerah dan Desa pasca reformasi, sebelum dan sesudah ditetapkannya UU No.6 Tahun 2014? Kedua, sudah relevankah desain hubungan Pemerintah Daerah dan Desa dalam UU No.6 Tahun 2014, jika dilihat dari konsep NKRI?. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan menganalisis peraturan perundang-undangan yang berlaku yang terkait dengan Pemerintahan Daerah dan Desa Pasca reformasi. Adapu penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yakni pendekatan yuridis-normatif (statue approach), dan kemudian pendekatan historis (historical approach). Dari hasil penelitian ini, maka terdapat beberapa kesimpulan diantranya: Pertama, pengaturan Desa dalam UU No.22 Tahun 1999, dan UU No.32 Tahun 2004 tidak mengalami perubahan yang begitu signifikan. Sehingga pengaturan tersebut berimplikasi pada Pemerintahan Desa yang meliputi, kewenangan, sistem organisasi pemerintahan, dan keuangan Desa serta pengelolaan aset dan sumber daya alam Desa. Kedua, hubungan Pemerintahan Daerah dan Desa terutama dalam UU No.22 Tahun 1999, dan UU No.32 Tahun 2004, semakin tidak jelas dan cenderung parsial. Karena pada dasarnya Desa dan Daerah adalah sub sistem dari Pemerintah yang memiliki pemerintahan tersendiri. Justeru sebaliknya diatur dalam satu Undang-undang, sehingga esensi Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum menjadi kabur. Ketiga, desain UU No.6 Tahun 2014 Tentang Desa, tidak bertentangan dengan konsep NKRI. Keberadaan Desa justeru memperkuat sistem negara kesatuan dengan menghormati dan mengakui keberadaannya. Keberadaan Desa dan Desa Adat sebagai kesatuan masyarakat hukum, serta otonomi Desa memiliki landasan konstitusional. Kedudukan desa bukan sebagai susunan Pemerintah terendah, melainkan sub sistem dari Pemerintah. karena Desa menurut Undang-undang ini adalah penggabungan dua unsur penting, yakni self-local governing community dan local self goverment yang dijalankan berdasarkan asas rekognisi dan subsidiaritas.en_US
dc.publisherUIIen_US
dc.relation.ispartofseriesTugas Akhir;
dc.subjectHubunganen_US
dc.subjectPemerintahan Daerah dan Desaen_US
dc.subjectOtonomien_US
dc.titleHubungan Antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa dalam Konsep Otonomi Pasca Reformansi di Indonesiaen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record