Penjatuhan Pidana dalam Pelanggaran Lalu Lintas Pasal 281 Jo Pasal 77 Ayat (!) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 di Kabuoaten Sleman
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan penjatuhan pidana dalam
pelanggaran lalu lintas Pasal 281 Jo Pasal 77 ayat (1) Undang – Undang Nomor
22 Tahun 2009 di Kabupaten Sleman, Rumusan masalah penelitian ini adalah:
Mengapa tidak ada penjatuhan pidana kurungan dalam pelanggaran lalu lintas
Pasal 281 UU LLAJ di Pengadilan Negeri Sleman? Apa dasar pertimbangan hukum
Hakim Pengadilan Negeri Sleman dalam menjatuhkan pidana denda bagi
pelanggaran lalu lintas terhadap Pasal 281 UU LLAJ dengan nominal yang jauh
lebih rendah di bawah denda maksimum? Berdasarkan fakta yang ditemukan
dilapangan bahwa sanksi yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Sleman
terhadap pelanggar lalu lintas Pasal 281 UU LLAJ, yaitu pidana denda antara Rp.
40.000,- sampai Rp. 90.000,-. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode penelitian empiris dan menggunakan pendekatan yuridis
sosiologis. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui wawancara yaitu
dengan wawancara lansung terhadap narasumber yakni hakim Pengadilan Negeri
Sleman selaku penegak hukum yang menangani kasus pelanggaran lalu lintas di
Kabupaten Sleman. Hasil peneltian ini menunjukkan bahwa: 1) alasan Pengadilan
Negeri Sleman hanya memutuskan pidana denda bagi pelanggar lalu lintas antara
lain karena: a) ancaman sanksi dalam Pasal 281 UU LLAJ bersifat alternatif
sehingga hakim diberi kebebasan dalam memilih; b) karena tidak mempunyai SIM
atau tidak membawa SIM hanya merupakan suatu pelanggaran atau tindak pidana
ringan saja bukan kejahatan; c) hakim dalam putusannya di sertai dengan subsider
atau pidana pengganti apabila pelanggar tidak dapat melaksanakan pidana
pokoknya; d) hakim dalam memutus perkara berdasar pada PERMA No 2 Tahun
2012 yakni pidana denda sebagai pilihan pemidanaan; 2) dasar pertimbangan
hakim dalam menentukan nominal denda antara lain: a) hakim beranggapan
bahwa pelanggar adalah orang yang mampu membayar denda karena memiliki
kendaraan dan dapat memahami undang- undang yang berlaku; b) kebebasan
setiap hakim menetapkan nominal denda karena sanksi yang bersifat berpola
antara;dan c) pendapatan rata rata harian masyarakat di Sleman sehingga
pelanggar dapat membayar denda. Adapun saran dari penulis adalah: 1) Pihak
kepolisian di Sleman atau dalam hal ini sebagai penyidik yang melakukan
penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas khusunya berkaitan dengan
kepemilikan SIM seharusnya dalam memberikan atau menuliskan laporan
dilakukan secara detail dan jelas mengenai pasal yang dilanggar; 2) Seyogyanya
perlu adanya sistem yang dapat mencatat ataupun menyimpan informasi mengenai
setiap pelanggaran yang telah dilakukan oleh pelanggar sehingga dapat diketahui
ada atau tidaknya pengulangan pelanggaran yang sama; 3) Perlu adanya
perbaikan sistem atau aturan mengenai pelaksanaan penyelesaian perkara lalu
lintas khusunya mengenai pembuktian di persidangan, karena selama ini hakim
hanya berhadapan dengan berkas saja, sehingga sulit untuk dilakukan pembuktian.
Maka dari itu kepolisian sebagai penegak hukum di lapangan harus benar benar
dapat membuktikan pasal yang dilanggar oleh pelanggar lalu lintas khususnya
pelanggar yang memang tidak mempunyai SIM dan pelanggar yang mempunyai
SIM namun tidak membawa nya saat mengendari kendaraan bermotor
Collections
- Law [2314]