Show simple item record

dc.contributor.advisorHuda, Ni'matul
dc.contributor.authorUmra, Sri Indriyani
dc.date.accessioned2019-11-19T03:42:14Z
dc.date.available2019-11-19T03:42:14Z
dc.date.issued2019-06-24
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/16520
dc.description.abstractPemilihan kepala desa merupakan mekanisme demokrasi dalam rangka rekrutmen pemimpin di desa. Pilkades tidak semata-mata perebutan kekuasaan atau bagaimana strategi kampanye dilakukan agar mendapat dukungan dari masyarakat desa, akan tetapi lebih daripada itu menyangkut legitimasi yang didapat untuk menjalankakan pemerintahan sehingga seringkali di berbagai daerah proses pemilihan kepala desa menimbulkan konflik di masyarakat. Berdasarkan hal tersebut yang menjadi kajian penelitian ini yaitu mengapa bupati dan/atau walikota diberikan kewenangan menyelesaikan sengketa pilkades? mengapa terjadi pembatalan pemilihan kepala desa di Tidore Kepulauan? dan bagaimana konsep penyelesaian sengketa pilkades yang akan datang?. Adapun penelitian ini adalah penelitian normatif dengan berdasarkan pada sumber data primer, sekunder dan tersier. Penulisan ini menggunakan metode deskriptif analitis yaitu menelaah konsep, norma hukum dan sistem hukum yang berkaitan dengan kewenangan mengadili bupati dan atau/walikota dalam penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa, dengan menggunakan 3 (tiga) pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Hasil analisis menyimpulkan bahwa selama ini penyelesaian sengketa yang diselesaikan oleh bupati dan/atau walikota dalam praktiknya mengandung banyak permasalahan. Oleh karena itu dalam penelitian ini dirumuskan beberapa hal yaitu: Pertama, Pengaturan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa tepatnya dalam pasal 37 ayat (6) sesungguhnya tidak memiliki alasan yang cukup substansial. Hal ini terlihat, dalam Risalah Pembentukan Undang-Undang Desa tidak menjadi fokus para pembuat undang-undang untuk mendesain kelembagaan penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa secara komprehensif. Kedua, Pelaksanaan pemilihan kepala desa di Tidore Kepulauan masih jauh dari harapan terwujudnya pelaksanaan pemilihan kepala desa berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, mengingat pemberian kewenangan yang begitu luas pada bupati dan/atau walikota. Ketiga, Pembentukan lembaga penyelenggara, pengawas dan penyelesaian sengketa pemilihan kepala desa merupakan ius connstituendum terhadap pembentukan dan penegakkan pemilihan kepala desa yang demokratis.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectPemilihan Kepala Desaen_US
dc.subjectSengketaen_US
dc.subjectLembaga Penyelesaianen_US
dc.titleRekonstruksi Kewenangan Mengadili Sengketa Pemilihan Kepala Desa (Upaya Pembaharuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa)en_US
dc.typeMagister Thesisen_US
dc.Identifier.NIM17912078


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record