Show simple item record

dc.contributor.advisorProf. Dr. Rusli Muhammad, S.H., M.H.
dc.contributor.authorBAUMI SYAIBATUL HAMDI, 17912038
dc.date.accessioned2019-09-16T03:04:55Z
dc.date.available2019-09-16T03:04:55Z
dc.date.issued2019-05-16
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/15444
dc.description.abstractPencabutan hak dipilih terhadap mantan narapidana yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) berdasarkan Peraturan Komisi Pemilih Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 pasal 4 ayat (3) bertentangan dengan hukum pidana dan due process of law. Sehingga menimbulkan kerugian dan ketidakadilan bagi mantan narapidana; kejahatan seksual terhadap anak, narkoba dan korupsi yang ingin ikut berpartisipasi dalam kontestasi pemilu. Penelitian ini mengunakan metode penelitian normatif. Penelitian ini mengkaji konsep-konsep hukum dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian. Dari hasil penelitian ini menjukkan bahwa dari persepektif hukum pidana pencabutan hak dipilih semestinya dilakukan melalui putusan pengadilan sebagai subsistem sistem peradilan pidana. Putusan yang dijatuhkan tentunya harus sesuai dengan hukum pidana dan setelah melalui proses dan prosedural yang sudah di tentukan hukum acara pidana. Pencabutan hak dipilih bagian dari pidana tambahan satu diantara pencabutan hak-hak tertentu lainnya yang disebutkan pada pasal 35 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Aturan pencabutan hak dipilih semestinya memuat batas waktu sebagaimana yang diatur di dalam pasal 38 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Bukan seperti yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tanpa batas waktu atau seumur hidup. Seiring perkembangannya pencabutan hak dipilih dapat dilakukan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-V/2009 pada kriteria disamping tidak berlaku untuk kejahatan kealpaan ringan (culpa levis) dan kejahatan karena alasan politik, dipersempit keberlakuannya hanya untuk jabatan publik yang dipilih (elected official). Akibat dari pencabutan hak dipilih yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) bagi mantan narapidana menimbulkan ketidakadilan dan juga pelanggaran hak asasi. Kedudukan mantan narapidana harus ditempatkan sama seperti masyarakat umum lainnya sebagai koneskuensi logis usai menjalani pemidanaan. Artinya hak-hak mantan narapidana kembali utuh sediakala. Sehingga negara berkewajiban untuk melindungi, menghormati, memenuhi, menyebarluaskan, dan mengembangkannya. Sebaiknya Komisi Pemilihan Umum (KPU) fokus terhadap tugas dan kewenangannya sebagai penyelenggara pemilu yang profesionalitas, independen, integritas dan adil. Tidak bertindak seolah-olah sebagai lembaga pengadilan yang menjatuhkan hukuman. Jika pencabutan atau pembatasan hak dipilih dianggap atau dijadikan sebagai syarat administrasi calon anggota dewan baik tingkat pusat maupun daerah, semestinya tidak bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectPencabutan Hak Dipilihen_US
dc.subjectKomisi Pemilihan Umum (KPU)en_US
dc.subjectMantanen_US
dc.subjectNarapidanaen_US
dc.subjectHukum Pidanaen_US
dc.titlePENCABUTAN HAK DIPILIH OLEH KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU) TERHADAP MANTAN NARAPIDANA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANAen_US
dc.typeMaster Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record