Show simple item record

dc.contributor.authorPratiwi, Galuh
dc.date.accessioned2018-10-31T03:40:40Z
dc.date.available2018-10-31T03:40:40Z
dc.date.issued2017
dc.identifier.urihttp://hdl.handle.net/123456789/11422
dc.description.abstractPekerja pada perusahaan yang mengalami kepailitan merupakan salah satu kreditur yang akan memperoleh haknya dari pemberesan boedel pailit. Kedudukan pekerja sebagai kreditor istimewa/ preferen, bahkan didahulukan pembayarannya berdasarkan Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Penulisan ini bertujuan untuk mengkaji dasar pertimbangan hukum hakim Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-VI/2008 dan Putusan Nomor 67/PUU-XI/2013 atas kedudukan pekerja dalam kepailitan. Permasalahan yang timbul adalah tepatkah dasar pertimbangan hukum hakim Mahkamah Konstitusi dalam kedua Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut atas kedudukan pekerja dalam kepailitan. Penelitian ini termasuk dalam jenis yuridis normatif yaitu data yang diperoleh dari penelitian ditujukan kepada peraturan tertulis atau hukum lainnya dan dilakukan dengan meneliti dan mengkaji data kepustakaan atau data sekunder. Dalam hal ini data studi dokumen yang dianlisis adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-VI/2008 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan hukum ketenagajerjaan, hukum jaminan, dan hukum kepailitan, serta menggunakan pendekatan kasus yang berkaitan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-VI/2008 dan Putusan Nomor 67/PUU-XI/2013. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua putusan mahkamah konstitusi memiliki persamaan dalam hal subjek yaitu pekerja atau buruh dengan kreditor separatis, obyek berupa harta pailit, dan pokok perkara yang sama yaitu mengenai kedudukan kreditor dalam kepailitan. Namun dalam pertimbangan,metode penafsiran dan putusan yang dihasilkan memiliki perbedaan. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-VI/2008 menyatakan permohonan para Pemohon ditolak sehingga kedudukan upah pekerja dalam kepailitan tetap berada di bawah pajak, biaya lelang, fee kurator serta kreditor separatis. Dasar pertimbangan hakim adalah tepat karena mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur kreditor dalam kepailitan atau dengan kata lain menggunakan penafsiran sistematis atau logis dalam pertimbangan hukumnya. Sementara itu, Putusan Mahkamah Konstitusi No. 67/PUU-XI/2013 menggunakan penafsiran ekstensif atau memperluas makna kata dan mengubah kedudukan upah pekerja dalam kepailitan menjadi superior, yang mana hal tersebut justru bertentangan dengan peraturan mengenai kedudukan kreditor didalam KUH Perdata, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996,dan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bahkan Mahkamah Konstitusi juga memisahkan pengaturan antara upah pekerja dengan hak-hak lainnya yang sejatinya dalam Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak terjadi pemisahan melainkan diatur bersama dalam pasal tersebut.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectPutusan Mahkamah Konstitusien_US
dc.subjectUpah Pekerjaen_US
dc.subjectKepailitanen_US
dc.titleAnalisis terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-VI/2008 dan Putusan Nomor 67/PUU-XI/2013 atas Kedudukan Pekerja dalam Kepailitanen_US


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record