REKAYASA ULANG PROSES BISNIS : STUDI KASUS PADA PROSES PENGOLAHAN TEPUNG SAGU DI DESA DALEMAN, TULUNG, KLATEN, JAWA TENGAH.
Abstract
Sebagian besar masyarakat indonesia menjadikan beras sebagai makan pokok.
Hal ini menyebabkan kebutuhan dan konsumsi akan beras semakin tinggi. Jumlah
produksi beras yang tidak sebanding dengan jumlah konsumsi beras dari data Badan
Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2014 jumlah konsumsi beras perkapita dalam
seminggu sebesar 1,626 kg dan produksi gabah kering sebanyak 70,35 juta. Jika
dibiarkan dapat menyebabkan krisis pangan dan kertergantungan akan impor beras,
untuk itu menghindari hal ini perlu adanya alternatif pengganti beras. Indonesia
sendiri yang memiliki hasil perkebunan dan pertanian cukup melimpah, seperti sagu,
jagung, singkong, ubi, talas dan lain-lainnya yang dapat digunakan sebagai alternatif
pengganti beras sebagai sumber karbohidrat.Salah satu sumber karbohidrat yang
pemanfaatan belum optimal adalah sagu. Sagu merupakan makan pokok bagi
masyarakat di Indonesia di bagian timur. Proses pengolahan sagu bisa dilakukan
secara tradisional, semi-mekanis dan mekanis. Produksi tepung sagu di Indonesia
kebanyakan masih menggunakan cara tradisional. Diprediksikan 4,55 juta ton pati
tidak dimanfaatkan dengan baik dikarenakan masyarakat masih mengolah sagu secara
tradisional. Terdapat beberapa beberapa alasan mengapa suatu industri perlu
melakukan rekayasa ulang proses bisnis. Pada proses pengolahan tepung sagu di
desa Daleman, Tulung, Klaten, Jawa Tengah penyebab perlunya dilakukan rekaysa
ulang proses bisnis karena pada proses pengolahan tepung sagu membutuhkan tenaga
kerja yang banyak dan proses produksi sering terganggu pada saat hujan karena
proses pengeringan tepung sagu menjadi tidak optimal. Berdasarkan penelitian
sebelumnya belum pernah ada yang melakukan rekayasa ulang proses bisnis pada
pengolahan tepung sagu.Dari hasil rekayasa ulang proses bisnis ini diperoleh
beberapa peningkatan, seperti rendemenen pati yang meningkat menjadi 24,34%,
kapasitas produksi menjadi lebih besar yaitu 33.116 kg/ bulan dan harga pokok
produksi menjadi Rp. 3.196/ kg dan harga jual menjadi Rp. 6.027/kg.