REDESAIN SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA (Studi Terhadap Legal Standing Para Pemohon dan Termohon)
Abstract
Pasca reformasi dan Amandemen Ketiga UUD NRI Tahun 1945, dinamika ketatanegaraan mengenai lembaga negara berkembang pesat sehingga tak jarang menimbulkan persengketaan. Sengketa kewenangan lembaga negara dapat terjadi karena adanya tumpang tindih kewenangan antara satu lembaga negara dengan lembaga negara lainnya yang diatur dalam konstitusi atau Undang-Undang Dasar dan adanya kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diperoleh dari konstitusi atau Undang-Undang Dasar yang diabaikan oleh lembaga negara lainnya. Berdasarkan UUD NRI Tahun 1945, UU MK, atau pun Peraturan MK Nomor 08/PMK/2006, para pihak dalam sengketa kewenangan lembaga negara adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD. Selain ketiganya tidak menjelaskan alasan mengapa lembaga negara yang dimaksud dalam SKLN adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, juga tidak memberikan kesempatan bagi lembaga negara di luar yang kewenangannya diberikan oleh UUD menjadi para pihak dalam SKLN (tidak memiliki legal standing). Kemudian, timbul pertanyaan, pertama, mengapa lembaga negara yang menjadi subyek dalam sengketa kewenangan lembaga negara di Mahkamah Konstitusi hanya dibatasi pada lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945?; dan kedua, mengapa perlu adanya perluasan makna pada sengketa kewenangan lembaga negara? Penelitian ini menggunakan metode, pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan historis (historical approach), dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Sumber-sumber penelitian ini berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, dengan teknik pengumpulan bahan hukum melalui teknik pengumpulan data sekunder melalui studi dokumen dan studi pustaka atau arsip. Metode analisis bahan hukum yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari penelitian yang disajikan atau dideskripsikan dan diolah secara kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan, pertama, latar belakang pembatasan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD (Pemohon dan/atau Termohon) antara lain, perumus konstitusi saat itu (Amandemen Ketiga) tidak merumuskan secara teoritis konseptual, pertimbangan mengenai lembaga negara dalam SKLN didasarkan pada kondisi politik atau kondisi ketatanegaraan saat itu, dan Lembaga Negara Utama (Main State’s Organ) jauh lebih diperhitungkan dan berpotensi konflik dalam SKLN. Kedua, urgensi perluasan makna SKLN telah dikaji berdasarkan 3 (tiga) aspek, yaitu filosofis, sosiologis, dan yuridis. Solusi konkrit yang dapat ditawarkan adalah dengan memperluas kewenangan MK tentang sengketa kewenangan lembaga negara, baik melalui Amandemen UUD, revisi UU MK, maupun peraturan teknis MK tentang SKLN.
Collections
- Law [2308]