Show simple item record

dc.contributor.authorRIA HAYUNA, 14912020
dc.date.accessioned2018-07-21T17:34:56Z
dc.date.available2018-07-21T17:34:56Z
dc.date.issued2015-11-28
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/9342
dc.description.abstractPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji kecendrungan Hakim menjatuhkan pidana penjara dan belum menerapkan pidana tambahan berupa konseling sebagai sanksi pidana dalam KDRT serta untuk mengetahui kebijakan formulatif hukum pidana yang efektif dengan diberlakukannya konseling kedepan. Berdasarkan tujuan tersebut jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yang didukung data empiris. Metode pengolahan dan penyajian menggunakan data primer melalui wawancara kepada Hakim dan data sekunder sebagai kajian pokok dalam penelitian ini diperoleh dari PN Yogyakarta dan PN Bantul dari tahun 2010-2014. metode analisis penelitian Deskriptif Kualitatif yaitu penulisan yang dilakukan serangkaian penelitian dengan penggunaan pendekatan kualitatif berupa pengamatan, pengumpulan, analisa dan perumusan data yang berasal dari sumber data baik seperti UU ataupun lisan seperti wawancara. Dari penelitian ini ditemukan bahwa alasan hakim menerapkan pidana penjara dan belum menerapkan pidana tambahan mengikuti program konseling adalah sanksi pidana yang dianut masih banyak menerpakan pidana penjara sebagai sanksi pemidanaan serta belum adanya tuntutan jaksa yang menggunakan pasal 50 UU PKDRT tentang pidana tambahan konseling, belum dijelaskannya lembaga mana yang ditunjuk serta bekerjasama dalam pelaksanan konseling nantinya, kebijakan aplikatif yang efektif kedepan untuk penerapan pidana tambahan konseling harus merujuk pada ide double track system, dengan memaksimalkan kedua jenis sanksi tersebut secara proposional (sanksi pidana dan tindakan), Teori relatif memandang bahwa pemidanaan bukan sebagai pembalasan atas kesalahan si pelaku, tetapi sebagai sarana mencapai tujuan yang bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju kesejahtraan masyarakat. Dari teori ini muncullah tujuan pemidanaan sebagai sarana pencegahan, baik pencegahan khusus yang ditujukan pada sipelaku maupun pencegahan umum yang ditujukan pada masyarakat. Serta Perlu penyempurnaan atau merevisi ketentuan Pasal 50 huruf b, sehingga lebih jelas dan dapat segera diimplementasikan oleh Hakim, Diperlukan LSM melakukan sosialisasi dan advokasi kepada aparat penegak hukum yaitu Polisi, Jaksa dan Hakim tentang lembaga yang mampu memberikan layanan konseling bagi pelaku KDRT, Diperlukan penyusunan standar operasional prosedur untuk pelaksanaan dan pengawasan serta pelaporan proses konseling bagi pelaku KDRT.en_US
dc.publisherUNIVERSITAS ISLAM INDONESIAen_US
dc.titleKONSELING SEBAGAI SANKSI PIDANA TAMBAHAN PADA TINDAK PIDANA KDRT (Studi Putusan Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta dan Pengadilan Negeri Bantul tahun 2010- 2014)en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record