Show simple item record

dc.contributor.authorRANGGA ALFAUZI, 13912068
dc.date.accessioned2018-07-21T17:31:12Z
dc.date.available2018-07-21T17:31:12Z
dc.date.issued2016-01-22
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/9327
dc.description.abstractPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui siapa saja terdakwa kasus korupsi yang dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak politik tertentu serta menganalisis bagaimana justifikasi hukum pidana dan HAM terhadap putusan hakim dalam perkara korupsi yang menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak politik tertentu. Penelitian ini didasarkan pada penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Adapun sumber data berdasarkan dua pendekatan tersebut adalah sumber data sekunder atau data kepustakaan dan dokumen yang berupa bahan-bahan hukum. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan undang-undang dan putusan-putusan hakim Bahan hukum sekunder berupa hasil wawancara dengan ahli-ahli di bidang hukum pidana dan HAM. Sesuai dengan sumber data seperti yang dijelaskan diatas, maka dalam penelitian ini pengumpulan data melalui wawancara dikombinasikan dengan teknik pengumpulan data menggunakan teknik sampling bertujuan (Purposive Non Random Sampling). Analisis data pada penelitian hukum yuridis normatif ini secara deskriptif kualitatif, dimana materi atau bahan-bahan hukum tersebut untuk selanjutnya akan dipelajari dan dianalisis muatannya, sehingga dapat diketahui taraf sinkronisasinya, kelayakan norma, serta pengajuan gagasan-gagasan norma yang baru Hasil penelitian dapat disimpulkan, pertama bahwa kriteria terdakwa yang dapat dijatuhi pidana tambahan pencabutan hak-hak hak yaitu terdakwa yang memiliki jabatan atau posisi politik yang dimana terpidana tersebut melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan atau kekuasaan yang ia miliki. Kedua, Pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik dari persepektif hukum pidana diperbolehkan asalkan memuat pembatasan waktu berlakunya serta dinyatakan kapan mulai dijalankannya pencabutan hak tersebut. Penjatuhan pidana tambahan pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik adalah tidak bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM) sepanjang memenuhi prasyarat-prasyarat yang telah ditentukan. Berdasarkan penelitian, maka dapat disimpulkan penjatuhan putusan pidana tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik kepada terpidana korupsi merupakan upaya yang menjerakan bagi para terpidana korupsi serta upaya preventif terjadinya tindak pidana korupsi, akhirnya penulis merekomendasikan untuk agar hakim harus konsisten dalam menjatuhkan pidana tambahan pencabutan hak politik serta mencantumkan kapan mulai berlakunya serta batas waktu berlakunya.en_US
dc.publisherUNIVERSITAS ISLAM INDONESIAen_US
dc.subjectPencabutan Hak Politiken_US
dc.subjectTerpidana Korupsien_US
dc.subjectHukum Pidanaen_US
dc.subjectHAMen_US
dc.titlePENJATUHAN PIDANA PENCABUTAN HAK POLITIK TERPIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DAN HAMen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record