dc.description.abstract | Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui siapa saja terdakwa kasus
korupsi yang dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak
politik tertentu serta menganalisis bagaimana justifikasi hukum pidana dan
HAM terhadap putusan hakim dalam perkara korupsi yang menjatuhkan
pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak politik tertentu.
Penelitian ini didasarkan pada penelitian yuridis normatif dengan
pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus
(case approach). Adapun sumber data berdasarkan dua pendekatan
tersebut adalah sumber data sekunder atau data kepustakaan dan dokumen
yang berupa bahan-bahan hukum. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari
perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan
undang-undang dan putusan-putusan hakim Bahan hukum sekunder
berupa hasil wawancara dengan ahli-ahli di bidang hukum pidana dan
HAM. Sesuai dengan sumber data seperti yang dijelaskan diatas, maka
dalam penelitian ini pengumpulan data melalui wawancara
dikombinasikan dengan teknik pengumpulan data menggunakan teknik
sampling bertujuan (Purposive Non Random Sampling). Analisis data pada
penelitian hukum yuridis normatif ini secara deskriptif kualitatif, dimana
materi atau bahan-bahan hukum tersebut untuk selanjutnya akan dipelajari
dan dianalisis muatannya, sehingga dapat diketahui taraf sinkronisasinya,
kelayakan norma, serta pengajuan gagasan-gagasan norma yang baru
Hasil penelitian dapat disimpulkan, pertama bahwa kriteria terdakwa yang
dapat dijatuhi pidana tambahan pencabutan hak-hak hak yaitu terdakwa
yang memiliki jabatan atau posisi politik yang dimana terpidana tersebut
melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan
atau kekuasaan yang ia miliki. Kedua, Pencabutan hak memilih dan dipilih
dalam jabatan publik dari persepektif hukum pidana diperbolehkan asalkan
memuat pembatasan waktu berlakunya serta dinyatakan kapan mulai
dijalankannya pencabutan hak tersebut. Penjatuhan pidana tambahan
pencabutan hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik adalah tidak
bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM) sepanjang memenuhi
prasyarat-prasyarat yang telah ditentukan.
Berdasarkan penelitian, maka dapat disimpulkan penjatuhan putusan
pidana tambahan berupa pencabutan hak memilih dan dipilih dalam
jabatan publik kepada terpidana korupsi merupakan upaya yang
menjerakan bagi para terpidana korupsi serta upaya preventif terjadinya
tindak pidana korupsi, akhirnya penulis merekomendasikan untuk agar
hakim harus konsisten dalam menjatuhkan pidana tambahan pencabutan
hak politik serta mencantumkan kapan mulai berlakunya serta batas waktu
berlakunya. | en_US |