Show simple item record

dc.contributor.authorMUKHTAR, 98 M 0026
dc.date.accessioned2018-07-21T17:24:14Z
dc.date.available2018-07-21T17:24:14Z
dc.date.issued2011-08-24
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/9300
dc.description.abstractUntuk memulihkan keterpurukan sektor perbankan nasional akibat krisis moneter dan krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1997, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral memfmgsikan perannya sebagai lender of last resort,dimana BI dapat memberikan kredit likuiditas kepada bank untuk mengatasi kesulitan likuiditas dalam keadaan darurat. Problem yang timbul kemudian adalah mengenai pelaksanaan penyaluran dan penggunaan serta pengembalian utang dana BLBI yang dikucurkan oleh Bank Indonesia kepada bank-bank penerima kredit BLBI. Sebagai negara hukurn, tentunya baik dalam melaksanakan penyaluran maupun penggunaan serta pengembalian utang dana BLBI tentunya hams sesuai prosedur atau mekanisme yang telah ditentukan atau diatur oleh hukurn, sehingga ketika timbul masalah parameter penyelesaiannya juga hams berdasarkan aturan hukum yang berlaku. Akan tetapi dalam relaitasnya baik dalam penyaluran maupun penggunaannya ternyata terdapat penyimpangan atau pelanggaran terhadap hukum. Bahkan dalam penyelesaian atau pengembalian utang BLBI juga terjadi penyimpangan dan pelanggaran hukum pula. Penyelesaian atau pengembalian utang BLBI melalui mekanisme Master Settlement and Acqlrisition Agreement (MSAA) dengan klausula Release and Discharge adalah salah model yang paling menirnbulkan kontroversi dalam perspektif hukum. Oleh karenanya fokus dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji apakah dalam perspektif hukum model penyelesaian BLBI tersebut dapat dibenarkan secara hukum. Berdasarkan penelitian, diperoleh gambaran yang jelas bahwa, penyelesaian atau pengembalian utang BLBI melalui mekanisme Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) dengan klausula Release and Discharge, secara hukum tidak dapat dibenarkan, bahkan dikategorikan batal demi hukum, karena dari keabsahannya maupun dari isi dan pelaksanaannya ternyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akibat diterapkannya kebijakan MSAA dan klausula R & D tersebut, penegakan hukum dalam penyelesaian utang BLBI , menjadi sangat terhambat bahkan terjadi kebuntuan, terlebih diperparah dengan ketidak seriusan para penegak hukurn serta adanya indiii kuat terjadinya korupsi dalam proses penegakan hukum ksus-kasus korupsi BLBI. Alternatif solusi dalam penyelesaian atau pengembalian utang BLBI, selain dicabut kebijakan Release and Discharge, adalah difmgsikannya hak prerogratif Presiden yaitu pemberian grasi (pengampunan) terhadap koruptor BLBI yang sudah divonis bersalah dan sdh berkekuatan hukum tetap, serta sanggup mengembalikan seluruh hasil korupsinya. Kemudian proses hukum terhadap kasus-kasus korupsi BLBI yang bermasalah tersebut, sesuai wewenang KPK, segera diambil alih oleh KPK untuk proses penyidikan dan penuntutannya.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.titleTINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN HUTANG BLBI MELALUI MEKANISME MSAA DAN KLAUSULA RELEASE AND DISCHARGEen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record