Show simple item record

dc.contributor.authorHANY ADHY ASTUTI, 08912341
dc.date.accessioned2018-07-21T17:22:55Z
dc.date.available2018-07-21T17:22:55Z
dc.date.issued2012-06-22
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/9292
dc.description.abstractPemberian informasi sangat diperlukan bagi akseptor Keluarga Berencana sebelum melakukan penandatanganan formulir informed consent, karena sebelumnya pasien hams mengetahui secara rinci mengenai berbagai macam alat kontrasepsi beserta dampak positif dan dampak negatihya. Narnun, berbicara tentang informed consent, biasanya yang dibayangkan dan seringkali dikacaukan dengan formulir yang hams ditandatangani oleh pasien atau keluarganya. Seolah-olah artinya sama, padahal artinya tidaklah demikian. Pada hakekatnya informed consent adalah suatu "proses komunikasi", bukan suatu formulir. Bentuk formulir itu hanya merupakan perwujudan, pengukuhan atau pendokumentasian belaka apa yang telah disepakati bersama sewaktu pasien diperiksa dan dimana sudah terdapat dialog antara dokter dan pasien. Permasalahaimya adalah, bagaimana apabila dalam proses informed consent kelalaian berada dari pihak dokter yang tidak melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar profesi dan menghormati hak pasien (memberikan informed consent). Apakah seorang dokter masih tetap dapat dimintai pertanggungjawaban setelah adanya penandatanganan formulir informed consent? , bagaimanakah hak atas informasi diberikan kepada akseptor Keluarga Berencana melalui informed consent sebelurn pemasangan alat kontrasepsi?, serta perlindungan hukum yang seperti apa yang diberikan melalui informed consent agar akseptor Keluarga Berencana dapat terhindar dari dampak negatif dalam penggunaan alat kontrasepsi? Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yaitu menganalisis permasalahan dari sudut pandang menurut ketentuan hukum atau perundangundangan yang berlaku. Bahan hukum yang dipergunakan adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Untuk menunjang penelitian hukum normatif ini digunakan juga wawancara kepada narasurnber seperti akseptor Kelwga Berencana serta tenaga medis bidang kesehatan. Analisis datanya adalah analitis kualitatif. Dalam pelaksanaannya hak-hak akseptor KB untuk mendapatkan informasi kurang terpenuhi. Ada kalanya pasien kurang memahami penjelasan yang diberikan oleh Dokter dan para tenaga kesehatan. Dokter beranggapan bahwa pasien yang datang kepadanya sebelumnya telah mengetahui telebih dahulu tentang alat kontrasepsi yang akan digunakan oleh pasien, sehingga tenaga kesehatan memberikan penjelasan kepada pasien tidak secara rinci mengenai berbagai macam metode alat kontrasepsi, selain itu tingkat pengetahuan dan pemaharnan pasien berbeda-beda. Sampai sekarang informed consent belum cukup diserap substansinya dalam pelaksanaan praktek sehari-hari. Informed consent masih belum begitu dipahami dan dilaksananan sebagaimana mestinya, karena masih banyak yang menganggap bahwa penandatanganan formulir informed consent yang telah disediakan hanyalah bersifat formalitas belaka, sehingga apabila akseptor KB mengalami dampak negatif dari penggunaan alat kontrasepsi, mereka kesulitan untuk meminta ganti kerugian. Informasi yang diberikan kepada akseptor Keluarga Berencana harus disampaikan secara pribadi oleh Dokter atau tenaga kesehatan dalam bahasa yang sederhana, dan dapat dimengerti oleh pasiennya, sehingga pasien dapat memiliki gambaran jelas untuk mengarnbil keputusannya. Dokter tidak boleh begitu saja percaya dengan pilihan pasien, karena pengetahuan pasien tentang alat kontrasepsi pilihannya sangat minim. Dokter hams menyisakan waktunya untuk tetap memberikan informasi kepada pasien tentang berbagai macarn alat kontrasepsi beserta resiko yang akan dialami oleh pasien. Formulir infonned consent hendaknya jangan disalah artikan dan disalahgunakan sebagai suatu pengganti diskusi antara Dokter dan pasien. Apabila formulir tersebut hanya digunakan untuk pembelaan legal, maka hubungan antara Dokter dan pasien akan mengalami kemunduran. Dokter hams menyadari bahwa disamping aspek legal, ada pula aspek psikologis dalarn kewajiban untuk memberikan informasi. Pemakaian formulir informed consent hams dilihat sebagai edukasi pasien secara global. Melalui edukasi pasien, maka diharapkan hubungan Dokter clan pasien akan berkembang menjadi lebih baik dan bisa mengurangi tuntutantuntutan. Pemberian ganti kerugian kepada akseptor KB hendaknya sesuai dengan kerugian yang dialami oleh akseptor KB baik secara materiil dan immaterial, selain itu hendaknya pemberian ganti kerugian tidak terlalu membutuhkan proses yang nunit dan waktu yang cukup lama.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.titlePERLINDUNGAN HUKUM BAGI AKSEPTOR KELUARGA BERENCANA MELALUI INFORMED CONSENT SEBELUM PEMASANGAN ALAT KONTRASEPSIen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record