Show simple item record

dc.contributor.authorZAENAL ARIFIN, 15912059
dc.date.accessioned2018-07-21T17:18:47Z
dc.date.available2018-07-21T17:18:47Z
dc.date.issued2016-10-21
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/9276
dc.description.abstractPelanggaran lalu lintas sampai saat ini masih sering terjadi, dan pelanggarnya tidak hanya orang dewasa namun banyak juga pelanggar yang masih anak-anak. Dalam prakteknya, penanganan perkara pelanggaran lalu lintas dengan pelaku anak belum sesuai dengan hukum acara sebagaimana ditentukan dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), misalnya adalah tidak dilakukan diversi. Tentu, kesalahan dalam aspek hukum acara persidangan, bukanlah suatu hal yang sepele dan mempunyai konsekuensi-konsekuensi hukum yang kompleks, sehingga diperlukan konsep diversi yang tepat berkaitan dengan penanganan perkara pelanggaran lalu lintas dengan pelaku anak. Permasalahan dari penulisan tesis ini adalah bagaimanakah konsep diversi dalam perkara pelanggaran lalu lintas dengan pelaku anak dalam UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), apakah terdapat keselarasan antara konsep diversi dalam perkara pelanggaran lalu lintas dengan pelaku anak dalam UU SPPA dengan sifat acara cepat dalam penanganan perkara pelanggaran lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam KUHAP dan Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan bagaimanakah konsep diversi yang ideal dalam perkara pelanggaran lalu lintas dengan pelaku anak dikaitkan dengan asas Restorative justice dan sifat acara cepat dalam penanganan perkara pelanggaran lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam KUHAP dan Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Jenis penelitian ini adalah penelitian Yuridis Normatif Sosiologis (kombinasi antara penelitian normatif dan penelitian sosiologis). Penelitian ini dilakukan terhadap aturan perundang-undangan yaitu Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) berikut turunannya yaitu Peraturan Pemerintah No. Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (dua belas) tahun.Disamping itu juga dilakukan observasi dalam pelaksanaan sidang pelanggaran lalu lintas dengan pelaku anak di Pengadilan Negeri Bantul, dan juga dilakukan wawancara dengan hakim Pengadilan Negeri Bantul. Berdasarkan hasil penelitian, konsep diversi di tingkat penyidikan dalam perkara pelanggaran lalu lintas dengan pelaku anak adalah sebagai berikut: Penyidik wajib mengupayakan Diversi dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah penyidikan dimulai. Proses Diversi tersebut dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dimulainya Diversi. Dalam hal proses Diversi berhasil mencapai kesepakatan, Penyidik menyampaikan berita acara Diversi beserta Kesepakatan Diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan.Dalam hal Diversi gagal, Penyidik wajib melanjutkan penyidikan dan melimpahkan perkara ke Pengadilan dengan melampirkan berita acara Diversi. Adapun konsep diversi di tingkat Pengadilan dalam perkara pelanggaran lalu lintas dengan pelaku anak,adalah sebagai berikut: Hakim wajib mengupayakan Diversi paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri sebagai Hakim. Diversi tersebut dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari. Dalam hal proses Diversi berhasil mencapai kesepakatan, Hakim menyampaikan berita acara Diversi beserta kesepakatan Diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan. Dalam hal Diversi tidak berhasil dilaksanakan, perkara dilanjutkan ke tahap persidangan. Ada ketidak selarasan (disharmoni) antara ketentuan diversi dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang SPPA di satu sisi dan ketentuan mengenai sifat cepat dalam perkara pelanggaran lalu lintas (pasal 211 -216 KUHAP) serta pasal 267 ayat (3) dan (4) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di sisi yang lain. Ketidak selarasan (disharmoni) ini, dalam ilmu perundang-undangan disebut sebagai Disharmoni Horisontal, yaitu ketidakselarasan peraturan perundang-undangan dalam struktur hierarki yang sama atau sederajat. Dalam perkara pelanggaran lalu lintas tidak bisa dipaksakan untuk dilaksanakan di tingkat persidangan/Pengadilan dan pilihanya adalah bahwa diversi dilaksanakan di tingkat penyidikan/kepolisian. Adapun pilihan bentuk kesepakatan diversi di tingkat penyidikan yang paling ideal adalah penyerahan kembali pelaku kepada orang tua/ wali.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.titleKONSEP DIVERSI DALAM PERKARA PELANGGARAN LALU LINTAS DENGAN PELAKU ANAKen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record