Show simple item record

dc.contributor.authorMUHAMMAD ZAKI SIERRAD, 99-M-0006
dc.date.accessioned2018-07-21T17:06:53Z
dc.date.available2018-07-21T17:06:53Z
dc.date.issued2004
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/9234
dc.description.abstractDi dalam hukum konsumen, sebagian besar kedudukan konsumen jasa diperoleh sebagai'konsekuensi mengkonsumsi jasa melalui suatu transaksi konsumen (consumer transaction). Tahap pra-transaksi konsumen, adalah suatu prolog yang mendahului tahap transaksi, yang ditandai melalui komunikasi ekternal dari pelaku jasa, yang benvujud iklan, pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan, yang seringkali mempengaruhi harapan konsumen. Konflik muncul apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi, misal dalam brosur suatu departemen store terdapat kata-kata; tempat parkir luas dan aman, dan ternyata kendaraan tetap hilang. Di dalam tahap transaksi konsumen, yang banyak diwujudkan dalam perjanjian baku, mengakibatkan kedudukan konsumen dihadapkan pada suatu pilihan sulit. Konsumen dihadapkan pada suatu keadaan sulit yang dengan ini pula pelaku jasa memanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan, yang menurut istilah hukum disebut sebagai penyalahgunaan keadaan (misbruik van de omstandigheden) dengan dua pilihan take it or leave it. J. Pada tahap puma transaksi konsumen, seringkali pelaku usaha memberikan fasilitas layanan purnajual (after-sales service) yang diwujudkan dalam pemberian garansi dalam jangka waktu terbatas. Dalam rangka pemberian jasa layanan purnajual ini konsumen dihadapkan pada kondisi rentan untuk dikelabuhi pelayanan garansi terhadap suatu jasa tertentu. Misal jasa perawatan kulit (salon), yang kemudian setelah perawatan mengalami suatu keadaan sebagaimana yang diatur dalam garansi atau jaminan, tetapi kulit sudah mengalami kerusakan. Terhadap siapakah yang bertanggungjawab atas adanya gap antara harapan konsumen dan kondisi riil yang telah dilakukan oleh pelaku jasa, memang akhirnya hams diupayakan oleh semua pihak mengingat konsumenlah yang berada pada pihak yang lemah berkaitan dengan transaksi jasa ini. Bagaimanapun juga UUPK dibentuk hanyalah sebagai salah satu upaya untuk memberikan perlindungan konsumen. Namun demikian terdapat upaya-upaya yang lain yang masih harus diperjuangkan sampai titik akhir di pengadilan. Berdasarkan apa yang diuraikan dalam latar belakang masalah, maka ada dua masalah pokok yang akan diteliti: pertama, bagaimanakah hubungan hukum antara perusahaan jasa dan konsumen? Kedua, Bagaimanakah Perlindungan konsumen dalam perjanjian pemberian jasa? Adapun pendekatan yang penulis gunakan dalam penyusunan thesis ini adalah pendekatan yuridis normatif melalui pendekatan hukum ekonomi, melalui bahan-bahan kepustakaan. Penelitian kepustakaan akan dilakukan guna menghasilkan data sekunder. Analisis data sekunder di atas dilakukan dengan cara bahan hukum primer berupa dokumen perjanjian dan keputusan pengadilan serta bahan hukum sekunder dikumpulkan, diseleksi, diklasifikasikan dan diidentifikasikan untuk dilakukan analisis dalam rangka memperoleh kesimpulan yang benar sesuai dengan perrnasalahan yang dicoba pecahkan dalam thesis ini. Hasil Penelitian menunjukkan, pertarna, Hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha bidang jasa adalah hubungan yang memiliki karakteristik khas dimana dimungkinkan adanya gap kualitas antara kepuasan konsumen dan kenyataan pelayanan jasa. Gap tersebut kemudian mendapatkan tabir melalui kontrak baku antara konsumen dan pelaku usaha bidang jasa yang di dalarnnya memakai klausula eksonerasi. Hubungan kontraktual yang seringkali dilihat hanyalah kontrak yang tertulis yang ditandatangani. Sedangkan terhadap hubungan yang tidak melalui sebuah kontrak yang tidak ditandatangani, misalnya karcis parkir, tidak mendapatkan posisi hukum yang jelas dalam putusan pengadilan. Dalam putusan pengadilan terhadap kontrak bidang jasa ini belum memperoleh kesepahaman apakah merupakan perjanjian pelayanan berkala jas-jasa yang memiliki cabang perjanjian untuk menghasilkan sesuatu jasa (resultaat Verbintenis) atau perjanjian untuk melakukan seuatu usha (inspanning verbintenissen). Bahkan kemudian gugatan diarahkan kepada suatu perbuatan melawan hukum (on recht matigdaad) yang dilakukan pelaku usaha bidang jasa, yang ini jelas tidak dapat dibenarkan dalam proses beracara atas suatu kasus yang didasarkan adanya suatu kontrak. Kedua, Upaya hukum yang dilakukan oleh konsumen untuk mendapatkan penyelesaian terhadap sengketa konsumen dapat dilakukan melalui upaya di luar pengadilan yaitu melalui lembaga Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau penyelesian perdamaian antara para pihak yang bersengketa dan melalui jalur pengadilan. Perlindungan hukum kepada konsumen yang diupayakan melalui pengadilan seharusnya lebih diarahkan untuk tercapainya tujuan - memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktek larangan pencantuman klausula eksonerasi dalam kontrak baku yang menipu dan menyesatkan konsumen tetapi dalam dua kasus yang masuk tidak pernah ada pembahasan dan keputusan yang berkait langsung dengan larangan pasal 18 UUPK. Putusan Hakim bahkan lebih diarahkan kepada suatu perbuatan melanggar hukum dan bukan kepada perbuatan wanprestasi. Yang ini menimbulkan semakin ketidak jelasan terhadap status hubungan kontraktuiil antara konsumen dan pelaku usaha, sehingga untuk kepentingan jangka panjang upaya perlindungan konsumen tidak menguntungkan.en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.subjectTransaksi konsumenen_US
dc.subjectupaya perlindungan hukumen_US
dc.titlePELAKSANAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN JASA ANTARA KONSUMEN DAN PELAKU USAHA BIDANG JASA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTAen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record