dc.description.abstract | Di dalam hukum konsumen, sebagian besar kedudukan konsumen jasa
diperoleh sebagai'konsekuensi mengkonsumsi jasa melalui suatu transaksi konsumen
(consumer transaction). Tahap pra-transaksi konsumen, adalah suatu prolog yang
mendahului tahap transaksi, yang ditandai melalui komunikasi ekternal dari pelaku
jasa, yang benvujud iklan, pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan, yang
seringkali mempengaruhi harapan konsumen. Konflik muncul apabila janji yang
diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi, misal dalam brosur suatu departemen store
terdapat kata-kata; tempat parkir luas dan aman, dan ternyata kendaraan tetap hilang.
Di dalam tahap transaksi konsumen, yang banyak diwujudkan dalam
perjanjian baku, mengakibatkan kedudukan konsumen dihadapkan pada suatu pilihan
sulit. Konsumen dihadapkan pada suatu keadaan sulit yang dengan ini pula pelaku
jasa memanfaatkan untuk mendapatkan keuntungan, yang menurut istilah hukum
disebut sebagai penyalahgunaan keadaan (misbruik van de omstandigheden) dengan
dua pilihan take it or leave it. J. Pada tahap puma transaksi konsumen, seringkali
pelaku usaha memberikan fasilitas layanan purnajual (after-sales service) yang
diwujudkan dalam pemberian garansi dalam jangka waktu terbatas. Dalam rangka
pemberian jasa layanan purnajual ini konsumen dihadapkan pada kondisi rentan
untuk dikelabuhi pelayanan garansi terhadap suatu jasa tertentu. Misal jasa
perawatan kulit (salon), yang kemudian setelah perawatan mengalami suatu keadaan
sebagaimana yang diatur dalam garansi atau jaminan, tetapi kulit sudah mengalami
kerusakan.
Terhadap siapakah yang bertanggungjawab atas adanya gap antara harapan
konsumen dan kondisi riil yang telah dilakukan oleh pelaku jasa, memang akhirnya
hams diupayakan oleh semua pihak mengingat konsumenlah yang berada pada pihak
yang lemah berkaitan dengan transaksi jasa ini. Bagaimanapun juga UUPK dibentuk
hanyalah sebagai salah satu upaya untuk memberikan perlindungan konsumen.
Namun demikian terdapat upaya-upaya yang lain yang masih harus diperjuangkan
sampai titik akhir di pengadilan.
Berdasarkan apa yang diuraikan dalam latar belakang masalah, maka ada
dua masalah pokok yang akan diteliti: pertama, bagaimanakah hubungan hukum
antara perusahaan jasa dan konsumen? Kedua, Bagaimanakah Perlindungan
konsumen dalam perjanjian pemberian jasa?
Adapun pendekatan yang penulis gunakan dalam penyusunan thesis ini
adalah pendekatan yuridis normatif melalui pendekatan hukum ekonomi, melalui
bahan-bahan kepustakaan. Penelitian kepustakaan akan dilakukan guna menghasilkan
data sekunder. Analisis data sekunder di atas dilakukan dengan cara bahan hukum
primer berupa dokumen perjanjian dan keputusan pengadilan serta bahan hukum
sekunder dikumpulkan, diseleksi, diklasifikasikan dan diidentifikasikan untuk
dilakukan analisis dalam rangka memperoleh kesimpulan yang benar sesuai dengan
perrnasalahan yang dicoba pecahkan dalam thesis ini.
Hasil Penelitian menunjukkan, pertarna, Hubungan hukum antara konsumen dan pelaku
usaha bidang jasa adalah hubungan yang memiliki karakteristik khas dimana
dimungkinkan adanya gap kualitas antara kepuasan konsumen dan kenyataan pelayanan
jasa. Gap tersebut kemudian mendapatkan tabir melalui kontrak baku antara konsumen
dan pelaku usaha bidang jasa yang di dalarnnya memakai klausula eksonerasi. Hubungan
kontraktual yang seringkali dilihat hanyalah kontrak yang tertulis yang ditandatangani.
Sedangkan terhadap hubungan yang tidak melalui sebuah kontrak yang tidak
ditandatangani, misalnya karcis parkir, tidak mendapatkan posisi hukum yang jelas dalam
putusan pengadilan. Dalam putusan pengadilan terhadap kontrak bidang jasa ini belum
memperoleh kesepahaman apakah merupakan perjanjian pelayanan berkala jas-jasa yang
memiliki cabang perjanjian untuk menghasilkan sesuatu jasa (resultaat Verbintenis) atau
perjanjian untuk melakukan seuatu usha (inspanning verbintenissen). Bahkan kemudian
gugatan diarahkan kepada suatu perbuatan melawan hukum (on recht matigdaad) yang
dilakukan pelaku usaha bidang jasa, yang ini jelas tidak dapat dibenarkan dalam proses
beracara atas suatu kasus yang didasarkan adanya suatu kontrak. Kedua, Upaya hukum
yang dilakukan oleh konsumen untuk mendapatkan penyelesaian terhadap sengketa
konsumen dapat dilakukan melalui upaya di luar pengadilan yaitu melalui lembaga
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau penyelesian perdamaian antara para pihak
yang bersengketa dan melalui jalur pengadilan. Perlindungan hukum kepada konsumen
yang diupayakan melalui pengadilan seharusnya lebih diarahkan untuk tercapainya tujuan - memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktek larangan pencantuman klausula
eksonerasi dalam kontrak baku yang menipu dan menyesatkan konsumen tetapi dalam
dua kasus yang masuk tidak pernah ada pembahasan dan keputusan yang berkait
langsung dengan larangan pasal 18 UUPK. Putusan Hakim bahkan lebih diarahkan
kepada suatu perbuatan melanggar hukum dan bukan kepada perbuatan wanprestasi.
Yang ini menimbulkan semakin ketidak jelasan terhadap status hubungan kontraktuiil
antara konsumen dan pelaku usaha, sehingga untuk kepentingan jangka panjang upaya
perlindungan konsumen tidak menguntungkan. | en_US |