dc.description.abstract | Selama diera reformasi kita telah menyelenggarakan pemilu sebanyak empat kali.
Yaitu pemilu pada tahun 1999, 2004, 2009 dan 2014. Dalam penyelenggaraan pemilu
tersebut kita menggunakan sistem proporsional. Bahkan dalam catatan sejarah selama
pemilu 1955 hingga saat ini kita juga menggunakan sistem pemilu proporsional. Meski
sistem pemilu diera reformasi masih menggunakan sistem proporsional, kita mampu
melakukan beberapa kali modifikasi sistem tersebut mulai dari proporsional stelsel daftar
yang digunakan pada pemilu 1999, proporsional dengan daftar calon terbuka pemilu 2004,
sampai proporsional terbuka pada pemilu 2009 dan 2014. Dalam penelitian ini hanya
menggunakan penyelenggaraan pemilu dari tahun 1999 sampai dengan pemilu 2009. Ketiga
sistem pemilu tersebut menarik untuk diteliti, terutama dari aspek keterpenuhan hak-hak
politik rakyat, hubungan antara wakil rakyat dengan yang diwakili serta partisipasi
masyarakat. Berbagai permasalah yang menarik untuk dikupas antara lain apakah hak-hak
politik rakyat terutama hak memilih dan dipilih telah terjamin menurut Undang-undang
Nomor 3 Tahun 1999, Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 dan Undang-undang Nomor
10 tahun 2008. Bagaimana perjalanan politik hukumnya dan bagaimana pula praktek dalam
penyelenggaraan pemilunya. Hal yang sama berlaku dalam penelitian ini adalah terhadap
hubungan antara wakil rakyat dengan yang diwakilinya dan juga partisipasi masyarakat.
Apakah benar pemerintahan yang demokratis akan melahirkan produk hukum yang
responsif? Apakah pemilu di era reformasi ini telah mengarah keranah hukum responsif?
Bagaimana pula prakteknya? Semua dalam penelitian tentu digali dan dianalisis lebih dalam
dengan menggunakan metode penelitian normatif-empiris. Kajian ini tentu akan menarik
perhatian berbagai kalangan, terutama kalangan akademisi yang selalu haus dengan
temuan-temuan terbaru. Sekedar gambaran bahwa pengaturan norma yang terkandung
dalam Undang-undang pemilu sebagaimana dimaksud diatas yang mengalami kemajuan,
bahkan Putusan Mahkamah Konstitusi pada Pemilu 2009 yang membuka sistem
proporsional terbuka dengan suara terbanyak dinilai berbagai pihak sangat baik atau dinilai
sebagai produk hukum responsif, ternyata dalam praktek hubungan antara wakil dengan
yang diwakili dalam penyelenggaraan pemilu di era reformasi tersebut, tidak selalu
beriringan dengan responsifnya. Demikian halnya dengan kemajuan dari pengaturan hak
memilih dan dipilih bahkan termasuk partisipasi masyarakat. | en_US |