Show simple item record

dc.contributor.authorW. SIDIK RASTRA HENDRA, 12912082
dc.date.accessioned2018-07-20T12:30:51Z
dc.date.available2018-07-20T12:30:51Z
dc.date.issued2016-08-23
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/8928
dc.description.abstractOrganisasi Perguruan Pencak Silat merupakan salah satu alat negara dalam mempersatukan rakyatnya. Senyatanya di eks Karisidenan Madiun Organisasi pencak silat justru menciptakan perpecahan dalam masyarakat, karena sering terjadi kekerasan antar perguruan pencak silat. Konflik dimulai G30S yang melibatkan Persaudaraan Setia Hati Terate dan Persaudaraan Tunas Muda Winongo, dan meningkat melibatkan masa banyak sejak 1990-an. Saat ini konflik memasuki fase terjebak ( entrapment ) yang menyebabkan kekerasana mudah meletus dan melibatkan berbagai organisasi pencak silat di eks karisidenan Madiun utamanya Persaudaraan Setia Hati Terate, Persaudaraan Tunas Muda Winongo dan Ikatan Keluarga Silat Putra Indonesia Kera Sakti. Permasalahan yang terjadi adalah negara selama ini belum bisa hadir dalam memberikan perlindungan sosial terhadap masyarakat dari terlanggarnya rasa aman, damai, bahagia dan tentram. Bertolak dari hal diatas, substansi permasalah ada tiga, yaitu faktor penyebab terjadinya kekerasan secara berulang antar perguruan pencak silat, kebijakan penal dalam menanggulangi kekerasan secara berulang antar perguruan pencak silat dan kebijakan non penal yang dapat sekaligus tepat dipergunakan untuk menanggulangi kekerasan antar perguruan pencak silat di eks Karisidenan Madiun. Teori dipergunakan dalam mengurai permasalah tersebut dengan Kriminologi, yaitu untuk permasalahan pertama menggunakan etiologi kriminal, permasalah kedua penologi, permasalah ketiga dengan non penal. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis empiris. Yuridis empiris pada prinsipnya hukum dikonsepsikan secara sosiologis sebagai gejala empiris yang dapat diamati dalam kehidupan secara empiris yang teramati dalam pengalaman. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penulis berkesimpulan : Pertama, faktor penyebab kekerasan antar perguruan pencak silat terbagi menjadi dua : faktor secara langsung yaitu 1) Fanatisme yang berlebihan; 2) Adanya dominasi wilayah/kekuasaan perguruan pencak silat dan faktor tidak langsung yaitu 1) Tingkat pendidikan rendah; 2) Pengangguran; 3) Lemahnya pengawasan orang tua; 4) Minuman Keras. Kedua Kebijakan penal dalam tahap kepolisan terdapat kendala yaitu 1) Alat olah TKP masih manual; 2) Alat untuk melacak tersangka masih manual, belum adanya camera untuk merekam suatu peristiwa, sehingga kelihatan petugas saja dilakukan lidik; 3) Hp juga banyak disita tetapi dalam tataran polres tidak bisa menyelidiki lebih lanjut guna mentukan siapa yang menjadi penganjur atau orang menyuruh melakukan ( pasal 55 KUHP ), kendala tersebut yang menyebabkan dilakukannya diskresi. Tahap kejaksaan dan pengadilan tidak ada kendala, karena merupana perkara bisa. Ketiga Kebijakan non penal yang sudah dilakukan adalah 1) MOU antar perguruan pencak silat di Eks Karisidenan Madiun; 2) Pembentukan Paguyuban Pencak Silat Setot Prawiro Dirjo dan Forum Komunikasi Pencak Silat dan Bela Diri.en_US
dc.publisherUNIVERSITAS ISLAM INDONESIAen_US
dc.subjectKekerasan antar Perguruan Pencak Silaten_US
dc.subjectKebijakan Hukum Pidana ( Penal)en_US
dc.subjectKebijakan Non Hukum Pidana ( Non Penal )en_US
dc.titleKEBIJAKAN PENAL DAN NON PENAL DALAM MENANGGULANGI KEKERASAN ANTAR PERGURUAN PENCAK SILAT ( STUDI KASUS DI EKS KARISIDENAN MADIUN )en_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record