dc.description.abstract | Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf bertujuan untuk
menjadikan wakaf sebagai salah satu sarana guna mensejahterakan urnat, karena itu
undang-undang ini mengarahkan wakaf agar produktif dengan cara memasukkan
pengelolaan harta wakaf ke dalarn wilayah kegiatan ekonomi seperti investasi dan
lain-lain selama tidak bertentangan dengan prinsip manajemen dan ekonomi syariah.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tidak menyatakan secara jelas dan
tegas pemilik harta wakaf karena ada dua kemungkinan pemilik harta wakaf dalam
undang-undang tersebut, Allah danlatau wakif. Ketidak jelasan itu tergambar dari
dualisme sistem berwakaf, yaitu wakaf untuk selama-lamanya dan wakaf berjangka,
padahal syarat utama pengelolaan harta dalam wilayah ekonomi adalah kepemilikan
harta, karena menurut hukurn mamalah Islam dan hukum positif, pernilik adalah
subjek hukurn yang berhak melakukan perbuatan hukum terhadap harta miliknya dan
kalau dia berhalangan, dia bisa rnenun.uk orang lain sebagai wakilnya.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan meneliti bahanbahan
hukurn perwakafan di dalam peraturan perundang-undangan dan hukum Islam
di dalam a1 Qur'an dan a1 Hadits serta karya para ulama melalui pendekatan
konseptual yaitu pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrindoktrin
yang berkembang seputar perwakafan.
Bahan-bahan hukum tersebut disajikan secara deskriptif, lalu diolah secara
induktif kemudian dianalisis berdasarkan perspektif teori kepemilikan Islam untuk
menemukan konsep yang relevan dengan masalah yang akan diteliti,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa harta wakaf yang selama-lamanya
seharusnya menjadi milik badan hukum wakaf yang khusus dibentuk unmuk
perwakafan karena kalau harta wakaf milik Allah atau wakif, maka pengelolaan harta
wakaf tidak sesuai dengan teori kepemilikan Islam. Sedang harta wakaf berjangka
semestinya tetap menjadi milk wakif. | en_US |