dc.description.abstract | Otonomi daerah merupakan esensi pemerintahan desentralisasi dimana pengertian otonomi daerah adalah kebebasan dan kemandirian untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan pemerintahan. Kebebasan dan kemandirian dalam hal ini mengandung arti “atas nama dan tanggung jawab sendiri”. Di dalam pasal 1 ayat (5) UU No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
Merujuk pada Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007, maka Pemerintah Kota Magelang menetapkan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya dengan mengeluarkan Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah Kota Magelang. Salah satu urusan wajib yang diselenggarakan Pemerintah Daerah Kota Magelang adalah Sub Bidang Otonomi Daaerah.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah Metode Pendekatan Peraturan Perundang – undangan (statute approach) adalah pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi. Penelitian ini akan akan disusun secara sistematis serta dijabarkan dengan menggunakan deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan oleh penulis, maka dapat ditarik kesimpulan bawah pertama, Implementasi Perda Nomor 2 Tahun 2008 khususnya Sub Bidang Otonomi Daerah di Kota Magelang dilaksanakan oleh Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD beserta SKPD terkait, dengan kewenangan dalam menentukan kebijakan urusan pemerintahan dipegang oleh Kepala Daerah. Pelaksanaan implementasi urusan sub bidang otonomi daerah sejauh ini belum sepenuhnya berjalan dengan baik walapun dalam pelaksanaannya telah sesuai dengan semua rincian tugas Sub – Sub Bidang Otonomi Daerah seperti terlampir dalam lampiran Perda No. 2 Tahun 2008 huruf (t). Sejumlah instrumen evaluasi juga telah diterapkan di Pemerintah Kota Magelang untuk mengukur tingkat keberhasilan implementasi tersebut. Kedua, dalam implementasi di lapangan masih ditemui kendala – kendala yang menghambat proses pencapaian kinerja yang maksimal diantaranya: kurangnya kesadaran dan kedisiplinan perugas di SKPD, kurangnya pemahaman petugas terhadap dokumen di lapangan dll. Ketiga, guna mengatasi kendala – kendala yang terjadi di lapangan beberapa upaya dapat dilaksanakan guna maksimalnya kinerja di SKPD, beberapa upaya diantaranya: penguatan kapasitas SDM, mengintensifkan monev di unit, penerapan SOP dll. | en_US |