Show simple item record

dc.contributor.authorMUHAMAD MURDANI SUDRAJAT, 05912164
dc.date.accessioned2018-07-16T12:38:41Z
dc.date.available2018-07-16T12:38:41Z
dc.date.issued2009-08-11
dc.identifier.urihttps://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/8805
dc.description.abstractPosisi Lembaga Perrnasyarakatan (Lapas) dalam sistem hukum sering disebut sebagai muara dari peradilan. Tetapi posisi lembaga ini sering dianaktirikan dibanding lembaga penegak hukurn atau peradilan yang 1ain.Kondisi ini dinilai berkaitan dengan munculnya banyak masalah Lapas seperti kualitas pegawai lapas yang rendah, peredaran narkoba Ci Lapas, penyiksaw, yang diterima iiarapidana, sampai napi yang melarikan diri. Pada kenyataanya para pegawai lembaga pemasyzmkaran mengukur tilrgkat gembinanan yang berhasil adalah dengan cara keadaan lapas yang aman. Tingkatan aman berarti tidak adanya pelarian dan keadaan dalam lapas yang kondusif antar napi, yaitu tidak adanya perkelahian dan kerusuhan didalam lapas. Maka kebanyakan cara yang dilakukan oleh pegawai lapas untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan menggunakan kekerasan fisik mhk pok pembinmya. Penelitian ini merupakan penilitian normatif dan empiris. Penelitian normatif yaitu penelitian dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau hukum-hukum yang tertulis dan data sekunder. Penelitian empiris yaitu berdasarkan data-data primer yaitu bagaimana hukum-hukum itu dilakukan.Teknik analisis datanya menggunakan metode deskriptif kualitatif. Kesimpulan yang dapat diambil yaitu: (l).Modus operandi yang dilakukan oleh Petugas Lembaga Pemasyarakatan yang melakukan tindak pidana kekerasan terhadap narapidana dengan cara melakukan pemukulan menggunakan tangan,ialah :a. Pada saat narapidana baru masuk kedalam Lembaga Pemasyarakatan, kekerasan yang dilakukan berupa jalan jongkok (dilakukan pada siang hari diatas jalan konblok yang menyebabkan - kaki melepuh).b. Pada saat narapidana melanggar peraturan atau tata tertib LAPAS Sleman seperti : 1). Perkelahian, 2). Melarikan diri, 3). kerusuhan, dan lain-lain. (2).Faktorfaktor penyebab Petugas Lembaga Pemasyarakatan melakukan tindak pidana kekerasan terhadap narapidana secara mum dapat dikelompokkan menjadi 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor ekstemal. (3).Pertanggungjawaban hukum pidana tentang pegawai lembaga pemasyarakatan yang melakukan tindak pidana terhadap narapidana dapat dilihat berdasarkan prosedur dalam melakukan tindakan kekerasan terhadap Napi, jika tindakan tersebut sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku maka tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, namun lain halnya dengan tindakan kekerasan yang dilakukan tidak secara prosedural dan melampaui kewenangannya maka tindakan tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. (4). Ketentuan dan praktek penegakan perlindungan hukum terhadap pegawai lembaga pemasyarakatan yang melakukan tindak pidana terhadap narapidana dapat diketahui dengan adanya pengaturan dalam Pasal 50 dan Pasal5 1 KUHP. Saran(1)Berkaitan dengan kondisi Lapas yang overkapasitas, maka pihak-pihak terkait perlu segera melakukan pembenahan secara menyeluruh, baik meliputi infrastruktur fisikmaupun peningkatan SDM petugas Lapas. (2).Pihak-pihak terkait membuat kualifkui yang jelas tentang tindakan kekerasan yang dapat dilakukan oleh petugas pemasyarakatan dalam undang-undang atau PERPU sehingga dapat dipakai sebagai perlindungan hokum dalam menjalankan kewajibanya. (3). Pihak-pihak yang benvenang diharapkan segera meluruskan tujuan lembaga pemasyarakatan, karena sekarang ini sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak mantan napi yang setelah kembali ke masyarakat bukannya menjadi lebih baik melainkmrjustra makin- mmpti-febih %umk peritakmya:en_US
dc.publisherUniversitas Islam Indonesiaen_US
dc.titleTINJAUAN YURIDIS TENTANG PEGAWAI LEMBAGA PEMASYARAKATAN YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA TERHADAP NARAPIDANAen_US
dc.typeThesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record